Minggu, 19 Desember 2010

TETANGGAKU YANG LUGU

Sungguh dia tak kenal mereka?
Eyeshadow, bloson, lip ice, bedak, celak, dkk.
Hem, dari sekian yang paling dia kenal hanyalah bedak dan lipe ice. Tentangeyeshadow dan blason, kurasa hanya sekali dia memakainya itu pun saat dia SD dan menjadi domas dipernikahan saudaranya.
Sedang untuk lipe ice, wau bicara tentang pemanis bibir ini, seumur-umur selama 19 tahun ini hanya dua kali dia membelinya itu pun kedua-duanya masih ada walau sudah tak utuh lagi. Kisah dia membeli lipe ice ini juga banyak temen-temen dia yang tahu. Alasan utamaku membeli lipe ice saat itu hanya mengambil kertas kartonnya saja untuk syarat dalam sebuah lomba, tapi lomba apa aku juga tidak tahu.
Muka dia memang biasa saja dan dia pun bukan tipe cewek yang suka dandan. Bahkan kalau ada make up nempel dimuka, rasanya malah gerah, panas dan berkeringat. Dia tak mau semua terjadi, so jaranglah dirinya bermake up.
Tak ada pengalaman dalam bermake up merias diri, setiap dia pakai bedak atau lips tik malah terlihat bak badut ( saking menornya gitu). Tak hanya sekali dua kali orang-orang sering menertawai dandanannya. Hahahaa benar-benar terpukul berat bila dia mendapati diri bagai ondel-ondel.
Namun belakangan dia tergiur juga punya paras yang lumayan cantik, karena dia merasa parasnya biasa-biasa saja dan sering bermimpi punya paras cantik juga. Ada yang menawarinya menggunakan suatu prodak yang dimana dengan cara instan sekitar sebulanan muka yang tadinya item akan berubah kinclong. Pertahanan dirinya runtuh, dia ikutan tergoda. Dengan uang 25 ribu rupiah, dia membeli produk kecantikan. Sebuah krim, katanya krim malam. Pakaianya harus dimalam hari.
Sesuai aturan, krim ini harus dipakai saat malam menjelang tidur. Karena dia orangnya malas maka krim itu tak setiap hari diagunakan. Emang dasarnya muka nya bukanlah muka tembok, maka tak mau juga muka nya bertahan lama-lama dicat ( dikasih krim malam ).
Awalnya hanya gatal-gatal namun lama kelamaan dia merasa kulit-kulitku mengelupas. Rasanya perih banget. Kata mbak penjual krimnya dia suruh diemin saja karena itu efek dari obat dalam krim itu. Ya sudah dia nurut saja. Namun tetap saja rasanya super perih dan kalau dipegang dimuka itu terasa kasar. Orang-orang pun bilang kalau makin hari mukanya terlihat malah pucat, bukan putih merona. Oh tobat, tak mau lagi dia pakai krim-krim. Selain pemakaiannya harus teratur dan terawat yang mana itu paling dia gak suka ribet, harganya pun bisa dibilang mahal. Oh, no keluar duit selangit untuk hasil yang tak memuaskan. Gak mau.
Itu sepenggal cerita kisah tentang tetangga Rendy yang ada di jogja, maaf nama tidak Rendy sebutkan alasan privasi.
Yogyakarta 19 Desember 2010/ 12.06
Rendy Andromeda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar