Selasa, 21 Desember 2010

PANGGILAN MISTERIUS

Aku terus berlari. Aku tak mau dia terus-terusan mengejarku. Sebenarnya apa yang dia mau? Sungguh aku ketakutan setengah mati. Setahuku dia telah beberapa bulan yang lalu meninggal. Kenapa orang yang meninggal bisa mengejarku seperti ini? Nafasku mulai ngos-ngosan, aku tak kuat berlari lagi. Tiba-tiba dia sudah di hadapanku.
“Abang, ikutlah denganku. Aku tak rela Abang dengan wanita lain,” ucapnya sambil menarik-narik lenganku.
“Tidak!!!!” teriakku keras.
 “Bang, bangun udah mahgrib, silahkan mahgrib dulu.” Seseorang telah membangunkanku. Ternyata tadi aku hanya bermimpi. Aku ingat, wanita yang mengejarku tadi adalah mantan kekasihku yang mati bunuh diri gara-gara dia di jodohkan orang tuanya.
Aku segera bangun dan berniat ambil air wudhu. Tiba-tiba kudengar wanita memanggil, ”Abang, aku masih mencintai Abang.”
Tak ada orang lain disana, bulu kudukku merinding mendengarnya.
" Iya....siapa ya?" ku alihkan pandanganku ke semua arah tapi tak nampak ada orang. Badanku tiba-tiba merinding bukan karena kedinginan tapi mungkin karena rasa takut.
" Abang " Ku dengar lagi dan ku cari arah suara tapi tak ku dapati orang lain selain aku dan kabut tipis, Suasana nya kini tiba-tiba berubah jadi seram dan panas.
Aku lihat sekelebat Bayangan merah di pojok rumah deket taman, aku beranikan diri untuk mendekatinya, walau persaan dah tak karuan rasannya. Ya Tuhan lindungi hambaMu ini, itu kalimat yang terus menerus aku ucapkan sembari jalan pelan mendekati asal bayangan yang aku lihat, rasa penasaran dan takut berbaur menjadi satu. “Grobakkk” suara itu mengagetkanku, serasa mau copot jantung ini.


Tak lama kemudian “ abang…………..”
      Ya Ampun, ternyata Surti tetangga sebelahku, kenapa bikin Rend takut saja, “Aku agak kesal sedikit karena tingkah Surti.
 Hemm kenapa malam-malam begini kamu disini tanyaku sama Surti, dia (Surti) malah cengar-cengir seperti tak punya dosa pergi meninggalkan aku begitu saja tanpa ada jawaban yang keluar dari mulutnya.
“Aku tersentak kaget  “astagfirullah” aku lupa kalo Surti sudah meninggal kemarin sore, bulu kuduk langsung merinding menjalar ke seluruh tubuh, nafasku keluar tak beraturan tanpa irama, ku coba tenangan hatiku dengan menyebut nama Alloh biar badan ini gemeteran.
Aku kembali masuk rumah, ku ambil segelas air putih sambil kubaringkan badanku ku coba ingat-ingat kejadian yang baru aku alami.
Surti, dia sudah 2 bulan ini mengalami gangguan jiwa, menurut cerita tetangga, dia kehilangan seorang kekasih karena terseret ombak sewaktu bermain-main di pantai, Surti juga sering ke pantai entah apa yang dia lakukan disana, tetapi aku pernah sesekali memergoki Surti berbicara sendirian di mulut pantai,
“Hahahaha….mana ombak besarmu? Munculkan dia, ajak aku ketempat kekasihku,” ucapnya pada laut biru yang hanya diam.


Orang selalu beranggapan aku ini gila. Mungkin aku gila dimata mereka, tapi tidak dimata kekasihku. Aku ada hanya untuk cintanya.
“Surti….Surti edan. Surti edan,” bocah belasan tahun itu pada mengejeknya bergurau bermain kejar-kejaran.
“Hahahahaha….” Tangannya sambil mencoba menerkam mereka. Namun mereka memilih lari.
“Surti kumat…”

“Kekasihku apa kau lelah menungguku?”
“Tidak kekasihku, aku tetap akan setia hanya untukmu.”
“Maukah kau menemaniku?”
“Tentu, tapi bagaimana caranya?”
Dia koyak kepalanya. Dia hantamkan ke pasir yang ada, kadang ke bebatuan yang mampu mengoyak kepalanya hingga keluarlah darah segar.
“Bagaimana caranya aku menemuimu kekasihku?” tanyanya pada ombak yang membawa kekasihnya kabur.
Teriakannya sungguh keras membuat burung-burung beterbangan dan ikan-ikan berlarian menjauh berhamburan. Hanya si keong kecil yang berjalan lamban disela-sela jemari kakinya.
“Tak usah kau larut anakku,” ucap seorang ibu tua. Kira-kira 60 tahunan mencoba memeluknya. Aku mengenal siapa si ibu tua ini, dia adalah orang tua Surti.
“Hehehe,” senyum lebarnya sebagai jawabnya.
“Kekasihmu sudah tenang. Jangan kamu ungkit-ungkit keberadaannya.”
Dia pelototkan mata pada sosok tua dihadapannya. Lalu kembali tertawa dan tepuk tangan meriah memainkan kamboja diselip kuping dan rambut usangnya.
“Sudah nduk, istigfar. Gusti sudah mengambilnya. Dia sudah bahagia.”
“Gak.”jawabnya ketus.

“Kekasihku ada di laut, emak. Bermain bersama ombak.” Tegasnya pada emak tua yang malah meneteskan air matanya.
“Ayo Nduk, pulang. Kekasihmu sudah menunggumu.”
Dia gelengkan kepala, menengkulepkan tubuh di pasir putih. Menggaruk-garuknya membuat lubang disana.
“Anakku. Kembalilah, nak. Kamu cantik, biarkan dia tenang disana. Jangan kau siksa dirimu, anakku. Emak tak sanggup kalau kamu seperti ini. Emak tak mau lama-lama disini. Ayo kita pulang.”
Emak berusaha meyeretnya. Tangan dan tubuhnya sakit dibuatnya. Dia hanya diam. Tak peduli yang lain, bahkan sakit badan nya. Aku hanya mau menunggu kekasihku, “jawab Dia.
Emak menggandeng tangannya dengan erat, “Pulang ya, Nduk.” Dia anggukkan kepala. Kaki nya melangkah perlahan di depan emaknya. Senyum lebarnya di jalan menuju pulang disaksikan orang-orang. Nelayan atau warga sekitar semua memperhatikan nya.
Lima langkah kakinya berjalan menjauhi bibir pantai, “Jangan tinggalkan aku. Aku mau ikut denganmu kekasihku.” Surti berbicara dengan kerasnya.
Dia membalikkan  arah. Semua mata menatapnya. Selendang merah terbawa angin. Ombak besar melambai-lambai. Dia suka ombak besar itu, sekuat tenaga Dia menghampirinya.
Byur…dia hanyut digulung ombak.
“Surti……..” teriak emaknya
Sore itu maut menjemputnya, selamat jalan Surti semoga kamu tenang di alam sana.


Yogyakarta 21 Desember 2010/ 19.36
Rendy Andromeda




Tidak ada komentar:

Posting Komentar