Kamis, 03 Februari 2011

DI KALA SENJA

Pemandangan senja yang terlihat dari tepi pantai sangatlah indah. Deburan ombak-ombak yang yang terdengar, hembusan semilir angin dan sang matahari yang akan tenggelam. Melihat pemandangan seperti itulah yang biasa mereka lakukan. Mereka adalah Riyani dan Rendy. Remaja SMA yang biasa menghabiskan waktu pulang sekolahnya untuk melihat pemandangan yang jarang terpikirkan oleh orang-orang apa arti dari senja itu. Yang orang-orang tahu hanyalah keindahan yang terlihat, namun di balik keindahan tersebut tersimpan makna kesedihan yang mendalam.     
            
“ Riyani, lulus nanti mau ngelanjutin kuliah dimana?” Tanya R
endy
            “Sudahlah…nanti-nanti saja memikirkan hal itu, yang kuinginkan sekarang adalah terus bersama seorang sahabat setia, yang setiap waktunya kuhabiskan bersamanya.” Ucapnya sambil memandangi indahnya langit di kala senja.
            “ Tapi, aku takut jika lulus nanti kita tak bisa seperti ini lagi. Menikmati pemandangan senja bersama, tertawa bersama. Apa tak pernah terpikirkan olehmu, kalau akan datang hari seperti itu. Hari dimana kita tak bisa menikmati persahabatan yang telah kita jalin selama 3 tahun ini?” 
 
Riyani hanya terdiam mendengar ucapan sahabatnya. Memang takkan mudah meninggalkan persahabatan yang telah terjalin selama 3 tahun. Sulit…itulah kata yang terus terbesit dipikiran R
endy. Melihat sebuah kotak kecil yang terdampar di tepi pantai, Riyani terpikirkan sesuatu. Dengan segera, ia beranjak dari duduknya dan mengambil kotak kecil itu. Rendy yang melihat, dengan segera mengikutinya dari belakang. 
Sebuah kotak kecil, walaupun kecil namun bisa menyimpan semua kenangan indah. Itulah yang terbesit di pikiran Riyani saat melihat kotak kecil itu. 
 
“ Riyani, mau ngapain sih? Mungutin sampah ya…” 
“Hmmmph…gimana kalau kita bikin kapsul waktu?” Ucapnya sambil menunjukkan kotak kecil itu.
“ Kapsul waktu?”
“ Iya…kita simpan semua kenangan kita di dalam kotak ini, kita kubur di dalam pasir putih ini dan suatu hari nanti, dengan waktu yang sama seperti sekarang. Kita akan membukanya bersama. Bagaimana?”
“ Tapi… benda apa yang akan kita simpan di sini, kotak ini sangat kecil?” Tanya R
endy sambil mengotak-atik kotak itu.
“ Gak perlu benda…sebuah tulisan juga cukup kok.”
“ Baiklah… kita mulai sekarang. Kenangan yang takkan terlupakan untuk selamanya akan di mulai sekarang.”
 
Dengan segera, mereka mengambil secarik kertas dari buku masing-masing. Mereka tampak serius. R
endy berusaha melihat apa yang sedang di tulis oleh sahabatnya, namun Riyani tak menijinkannnya melihat. Karena yang Riyani inginkan adalah suatu hari nanti, mereka membacanya bersama. Bukan hari ini. 
Selesai menulis, mereka memasukkan kertas itu dan menguburnya dalam-dalam. Tak lupa, mereka menuliskan waktu di dalam kotak itu. Mereka tampak senang menikmati persahabatan yang mereka rasakan saat ini. Karena memiliki seorang sahabat adalah hal yang terpenting dalam kehidupan. 
 
“ Gimana kalau 5 tahun lagi kita buka kapsul waktu ini?” Tanya Riyani sambil membersihkan tangannya dari pasir-pasir yang menempel.
“ 5 tahun… apa gak kelamaan?”
“ masa mau 5 hari lagi? Bukan kapsul waktu namanya.”
“ Hmm…baiklah, Oh iya…” sembari R
endy mengulurkan jari kelingkingnya.
“ Ok.. janji ya…” 
 
Mereka menyatukan jari kelingking. Bersatunya jari mereka, merupakan sebuah janji. Janji yang mungkin takkan mereka lupakan. Senja kali ini benar-benar terasa indah, sama seperti yang sedang mereka rasakan saat ini. Sebuah persahabatan yang di selimuti rasa cinta dan kasih sayang. 
 
***
Suara riuh terdengar dari ruang guru. Ada yang terdengar teriak histeris, ada yang menangis dan ada yang sampai jatuh pingsan. Jelas saja, karena hari ini merupakan hari dimana di umumkannya kelulusan. Semua siswa tampak berebut melihat kertas yang tertempel di papan pengumunan. Riyani yang tampak bingung, hanya melihat dari kejauhan. Di hatinya terus berdegup, ia bermaksud menunggu sepi. Tapi, hal yang sebaliknya terjadi. Keadaan makin lama makin ramai. Untuk itu, ia nekat menerobos masuk gerombolan orang yang berdesak-desakkan melihat papan pengumunan itu. Saat ia melihat namanya. Ia lulus dengan nilai terbaik. Ia pun tak lupa melihat nama sahabatnya, R
endy. Sama halnya dengan Riyani, Rendy pun lulus dengan nilai yang terbaik. 
Setelah melihat pengumunan itu, Riyani dengan segera mencari R
endy. Entah mengapa, dari tadi pagi Riyani tak bertemu dengan Rendy. Padahal hari ini adalah hari yang sangat penting. Saat Riyani bertanya pada teman-temannya, tidak ada yang mengetahui Rendy berada dimana sekarang. Karena teman-temannya pun tidak bertemu dengannya hari ini. Mendengar hal itu, Riyani langsung menghubungi Rendy melalui handphonenya.
 
maaf…nomor yang anda hubungi tidak ingin menerima panggilan anda 
“ R
endy kenapa sih? Kok di reject mulu…” kesalnya dalam hati
 
Riyani terus berusaha menghubungi R
endy, tapi hasilnya sama. Rendy selalu menolak telepon dari Riyani. Riyani yang tampaknya sudah sangat kesal memutuskan untuk tidak menghubunginya lagi. Dan Riyani memutuskan untuk segera pulang ke rumah,memberitahukan kabar gembira ini pada kedua orang tuanya.  
 
“ Mana… katanya sahabat setia, kenapa sih…R
endy kamu kok gak datang hari ini? Padahal …” keluhnya sambil menendang-nendang kaleng minuman yang ada di depannya. Kecewa…itulah kata yang terus Riyani ucapkan selama perjalanan pulang ke rumahnya. Wajah yang tadinya terlihat begitu senang berubah menjadi wajah yang tidak bersemangat. 
“ Ehm…hayoo padahal apa?” Tanya R
endy yang tiba-tiba berada di belakang Riyani.
“ R
endy…?”
“ seorang sahabat itu akan selalu ada dimanapun dan kapanpun. Karena sahabat itu adalah cinta.”
“ Sejak kapan di sini? Kok tadi di sekolah gak kelihatan sih?”
“ Tadi aku ada urusan sama orang tuaku, sewaktu aku mau masuk gerbang sekolah aku ngeliat kamu yang berjalan keluar sekolah. Maka dari itu aku diam-diam ngikutin kamu.“
“ Tapi…handphone kamu kenapa di reject mulu?” 
“ Hmm… Cuma mau ngerjain kamu doang. Hahaha…”
“ Ihhh…Nyebelin…!!”  sembari Riyani memukul lengan R
endy.
 
Seperti biasa, pulang sekolah mereka sempatkan dulu untuk duduk-duduk di tepi pantai. Walaupun sang waktu masih menunjukkan jam 2 siang. Tempat mereka bersekolah memang cukup dekat dengan pantai. Walaupun pantai ini bukan merupakan objek wisata di kota mereka, namun keindahan pantai ini tidak berbeda jauh dengan pantai yang di jadikan objek wisata. 
Tertawa bersama, bercanda bersama itulah yang mereka lakukan untuk menghabiskan waktunya. Saat itu, wajah R
endy terlihat sangat tidak bersemangat. Walaupun senyum terus tersungging, tapi seperti ada kesedihan yang sedang Rendy rasakan. Riyani yang menyadari hal itu menanyakannya.
 
 
 
“ Kok senyumnya gak ikhlas gitu sih?”
“ Hahaha… gak kok, ni aku masih bisa tertawa lepas.”
“ Bohong…kamu pasti ada masalah ya? udah omongin aja, sekecil apapun masalah kalau kamu pendam terus malah akan menjadi masalah yang besar lho!” Ucap Riyani dengan meyakinkannya.
 
Mereka berdua pun terdiam sejenak. Entah apa yang sedang terjadi oleh R
endy, yang Riyani tahu hari ini Rendy benar-benar berbeda dari hari-hari biasanya.
 
“ Hmm… bagaimana kalau seandainya suatu hari nanti kamu tidak bisa melihat ataupun bertemu denganku untuk selamanya?” Ucap R
endy dengan pandangan mata yang terus menatap dalam ke mata Riyani.
 
Sepertinya kali ini R
endy benar-benar ingin mengetahui apa yang akan di lakukan sahabatnya apabila tidak bisa bertemu dengannya untuk selamanya. Riyani yang masih menatap dalam ke mata Rendy, tidak bisa berkata apa-apa. Riyani hanya terdiam, diam yang membuat Rendy tak tahu apa yang ingin dilakukan sahabatnya bila datang hari itu. Riyani dengan segera beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Rendy. Rendy yang melihatnya, pergi mengejarnya.
 
“ Riyani, kenapa sih…mendadak meninggalkanku?” tukas R
endy sambil menarik tangan Riyani hingga membuatnya berhenti berjalan.
“ R
endy…kamu kenapa sih selalu menanyakan hal itu. hal yang paling aku takuti jika itu terjadi, aku tak tahu. Harus bagaimana lagi jika hari itu datang…” tangisnya terisak-terisak. 
 
Melihat Riyani yang terus meneteskan air matanya, R
endy semakin menggenggam erat tangan Riyani. Seakan tak ingin melepaskannya. Rendy yang mengerti, tidak akan menanyakan hal ini untuk selamanya. Dan ia akan merahasiakan kepergiannya ke luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya. Mungkin ini akan semakin membuatnya bersedih, tapi…ia tak tahu lagi bagaimana cara menyampaikannya pada Riyani. Mungkin jika datang hari itu ia akan memberitahukannya, tanpa bertemu dengan Riyani.
 
***
Sebulan telah berlalu, R
endy tampak sedang bersiap-siap untuk pergi ke Australia. Ya, di negeri kangguru itulah Rendy akan melanjutkan kuliahnya. Meski di hati berat, namun demi mencapai cita- citanya menjadi seorang dokter, ia rela untuk meninggalkan segalanya. 
Sesampainya R
endy di Bandara, ia mengirimkan sebuah pesan untuk Riyani.
 
“ maaf, jika sebelumnya aku tidak memberitahukanmu terlebih dahulu. Hari ini aku akan pergi ke Australia dan melanjutkan kuliah disana. Untuk sementara waktu mungkin kita tak akan bertemu. Namun, aku akan tetap mengingat kalau aku masih mempunyai satu janji denganmu. Yaitu 5 tahun kemudian tepat tanggal 15 Mei, aku akan kembali. Untuk membuka kembali kenangan kita yang dulu. Dan sekali lagi maaf, jika aku hanya bisa menyampaikan hal ini melalui sebuah pesan.”
 
Selesai mengirimkan pesan, R
endy mematikan handphonenya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Perasaan yang terus berkecamuk di dalam dadanya membuatnya meneteskan air mata. Memang sulit untuk melepaskan segalanya. 
Pesawat yang akan mengantar kepergian R
endy telah datang. Dengan segera ia masuk ke dalam pesawat tersebut. Entah mengapa perasaannya terus tidak enak, ia terus berpikir apakah ia akan pergi untuk selamanya dan tak akan kembali bertemu dengan orang-orang yang di sayanginya. Kalimat itulah yang selalu terbesit dalam pikiran Rendy. 
Bunyi alarm handphone membuat Riyani terbangun seketika. Dengan segera ia membuka pesan yang telah masuk 2 jam yang lalu. Saat ia membacanya, air mata yang tak terbendung menetes di pipinya dengan perlahan. Hari ini adalah hari yang paling ia takutkan. Hari dimana ia tak bisa bersama dengan sahabatnya. Tapi, Riyani mengerti dan yakin kalau ia berpisah untuk bertemu kembali dikemudian hari. Ia percaya pada sahabatnya, ia akan kembali pada hari itu.
Entah mengapa perasaan yang tidak enak pun Riyani rasakan. Tak seperti biasanya, Riyani menyalakan televisinya dan menonton acara yang jarang ia tonton. Berita.. ya, entah mengapa kali ini ia memutuskan untuk melihat berita-berita penting hari ini. Saat ia melihat berita, telah terjadi kecelakaan pesawat yang akan menerbangkan penumpangnya ke Australia. Melihat hal itu, perasaan Riyani semakin tak enak. Ia pun mengencangkan suara televisinya. Dalam kecelakaan itu semua penumpang beserta awak pesawat tewas di tempat. Para awak tak berhasil menyelamatkan para penumpangnya. Kecelakaan itu terjadi diduga karena kecerobohan dari pilot pesawat. Mengakibatkan, pesawat tersebut jatuh di sebuah hutan. Dalam berita itu tercantum nama-nama penumpang yang meninggal. Saat melihat daftar nama tersebut Riyani tak melihat nama R
endy. Ia lupa kalau nama sebenarnya Rendy adalah Amdis Novan Rendy Andromeda.
Tak beberapa lama kemudian, Meta teman sekelas Riyani yang juga teman R
endy. Datang ke rumah Riyani untuk memberitahukan berita duka. Tapi, Riyani yang mendengar hal itu tidak percaya. Riyani menyangkal kalau Rendy telah meninggal. Untuk meyakinkannya Meta mengajak Riyani untuk ke rumah Rendy. 
Bendera kuning yang telah terpasang di depan rumah R
endy, orang-orang yang berpakaian hitam. Riyani benar-benar tak menyangka. Tangisan yang terdengar hingga membuat orang yang mendengarnya merasa pilu.
 
“ Nggak…ini gak mungkin!! R
endy gak mungkin meninggal, aku melihat sendiri ia tak terdapat di daftar nama itu. nggak…ini semua bohongkan?”
“ Riyani…di dalam nama itu emang gak ada nama R
wndy, tapi…nama Amdis Novan Rendy Andromeda ada kan?” jawab Meta sembari menggenggam tangan Riyani.
“ Nggak…dia bukan R
endy, orang yang terbujur kaku itu bukan Rendy…Bukan…!!” Tangisnya terisak-isak.
“ Sudahlah…”Jawab meta sambil memeluk Riyani untuk menenangkannya.
 
 Air mata kini sudah tak berarti lagi, harapan…tak ada yang bisa di harapkan lagi. Orang yang selama ini kita sayangi telah pergi untuk selamanya dan tak akan pernah kembali. Hanya kenanganlah yang tersisa. Kini senyum, tawa dan canda itu tak akan bisa lagi mereka rasakan bersama. Dia yang telah pergi tak akan bisa kembali lagi, kecuali kitalah yang menyusulnya. Dia yang dulu selalu membuat kita tersenyum, kini tak ada. Penyesalan selalu ada di hati Riyani, masih mungkinkah waktu dapat di ulang. Bukan waktu yang mengulang kita, tapi kitalah yang akan mengulangnya sendiri dengan cara kita .
Bunga-bunga yang seharusnya membuat orang indah melihatnya, kini bunga-bunga itu membuat orang-orang yang melihatnya menangis tersedu-sedu. Riyani yang terus saja meneteskan air matanya tak sanggup melihatnya. Ia terus menangis. Saat semua orang telah pulang, ia masih termenung di dekat gundukan tanah milik sahabatnya.
 
“ kenapa…kenapa kamu bohong. Mana janjimu. Mana…. ?” ucapnya sambil menangis terisak-isak.
 
            Awan-awan yang begitu kelam seakan mengetahui apa yang sedang di rasakan oleh Riyani. Hujan rintik-rintik pun jatuh ke bumi. Air mata yang tak bisa berhenti seakan menjadi tanda sebuah penyesalan yang mendalam. Riyani masih termenung, saat hujan telah jatuh ke bumi dengan derasnya.   
***
 
5 tahun kemudian. Tepat tanggal 15 Mei, Riyani berjalan menuju pantai. Tempat yang dulu pernah mereka janjikan bersama. Sebuah kenangan yang tak mudah untuk di lupakan. Melihat jam yang melingkar di tangannya, ia segera membongkar kapsul waktu yang mereka buat lima tahun yang lalu. Sama seperti lima tahun yang lalu. Tepat saat matahari akan tenggelam atau saat senja mereka menyebutnya. Tapi kali ini Riyani sendirilah yang membukanya, tanpa R
endy. Saat ia membuka dan melihat apa yang ditulis oleh sahabatnya lima tahun yang lalu. Ia melihat sebuah syair.
 
 
 
Persahabatan…
Akankah kekal selamanya…?
Akankah perasaan ini akan sama seperti dulu..
 
Saat kita saling berbicara…
Saat kita saling bercanda…
 
Selama ini apakah tak terbesit di pikiranmu?
Kalau persahabatan ini akan menjelma menjadi sebuah cinta…
Yang tak kita sadar kenberadaannya…
Bahwasanya akan terus bertambah jika kita terus bersama…
Perhatian yang saling kita berikan…
Apa itu tak cukup menjadi sebuah bukti..
Bahwa ada perasaan lain yang melebihi dari sebuah persahabatan
 
Walaupun kita saling mengakui kalau ini adalah persahabatan…
Apa itu adalah yang kita ucapkan dari lubuk hati yang terdalam?!
Atau hanya untuk menutupi perasaan cinta yang semakin bertambah…? 
 
Aku berharap jika kita membukanya bersama, kau akan mengetahui apa yang kurasakan.
 
R
endy, 15 Mei…  
            
Riyani tak menyangka, kalau selama ini R
endy menyukainya. Untaian katalah yang memberitahukan Riyani semua itu. Jika saja waktu itu ia berani menyatakannya. Riyani dengan senang hati akan menerimanya. Karena bukan hanya Rendy yang menyukai Riyani, tetapi Riyani pun menyukai Rendy. mereka saling menyukai. Hanya saja, rasa suka mereka tertutup oleh rasa persahabatan. 
Senja kali ini terasa membosankan. Suara deburan ombak dan semilir angin kini tak bisa menghibur Riyani. Satu yang ia inginkan, bisa tertawa kembali bersama dengan sahabatnya. Tapi, itu tak akan bisa terjadi untuk selamanya.
Persahabatan mereka sama halnya dengan matahari di kala senja. Terasa indah walau hanya sementara. Setelah itu, matahari akan menghilang. Dan tergantikan oleh sang rembulan.
             

Yogyakarta 3 Februari 2011/ 18.47
Rendy Andromeda

Jumat, 14 Januari 2011

MAUT CINTA

Akhir Desember.
Dingin malam menyelimuti tubuhku membuat mataku terlelap jauh ke alam mimpiku. Dingin menina bobokan aku dengan gampangnya. Menguras segala lelah dan penat setelah seminggu full begadang.
Baru beberapa menit yang lalu kurasakan mataku terlelap sebelum hembusan dingin angin menusuk-nusuk tulangku. Memaksaku untuk bangkit memeriksa apa yang sedang terjadi. Oh, ternyata jendela kamarku belum tertutup rapat. Perasaan sebelum tidur tadi semua sudah aku tutup dan kunci rapat.
Saat memalingkan wajah ke samping, kulihat seseorang telah tertidur pulas disana. Aku fikir aku sendirian di atas ranjang, ternyata ada makhluk lain yang ikut berbagi ranjang denganku. Kenapa aku tak menyadari hadirnya?
“Sejak kapan dia disana?” gumanku lirih sambil membenarkan piyamaku. Dingin membuat tubuhku menggigil.
Kupandangi jam dinding. Ternyata aku sudah terlelap terlalu lama. Pastas aku tak menyadari hadirnya sosok di sebelahku. Yang aku rasakan aku baru beberapa menit yang lalu merebahkan badan. Ah, ternyata waktu cepat berlalu. Bahkan dalam mimpipun aku tak merasakan pergeseran waktu yang teramat cepat.
Aku bangkit dari ranjang, menutup jendela kamarku. Seminggu ini aku terpaksa menginap di hotel bintang tiga ini karena urusan bisnis. Di kamar nomor 89 lantai dua aku terbaring saat ini. Bila sore hari menjemput langit terlihat indah dari kamarku. Semburan jingga menghiasi langit sore sampai petang. Tapi sayang aku selalu melewatkannya karena kerjaan yang padat membuatku lembur terus. Dan bila malam mulai menyelimuti dengan gelapnya, si bintang-bintang berkerlip saling menggoda. Seakan mengajak siapa saja yang menyaksikannya untuk tak lekas memejamkan mata. Menggoda untuk terus diperhatikan. Namun sudah dua malam aku tidak menikmati bintang-bintang itu. Aku lebih memilih berbaring ditemani selimut tebal dari pada menemani bintang-bintang dalam suhu teramat rendah. Dingin. Bisa-bisa tubuhku membeku. Akhir Desember yang teramat dingin. Ini Indonesia seperti luar negeri saja yang lagi musim salju.
Kembali kurebahkan diri di atas ranjang setelah menutup jendela kamar. Mematikan lampu utama dan menggantikannya dengan lampu tidur. Aku ingin tidur dalam keremangan saja. Tubuh disebelahku seakan tersihir oleh mimpi indahnya sehingga tak menyadari apa yang kulakukan sedari tadi. Baru setelah aku mengecupnya, dia seakan menyadari sesuatu telah membangunkannya. Tubuhku dingin butuh kehangatan.
“Sayang,” ucapnya sambil menggeliat.
“Mimpi apa kamu sayang?” tanyaku penuh nafsu.
“Maaf, tadi tidak membangunkanmu. Aku tahu kamu capek makanya aku langsung berbaring menemanimu saja.”
“Oh, iya. Kenapa tak membangunkanku saja?” ucapku manis di telinganya.
Semenit kemudian dia terbangun dari tidurnya. Duduk di ranjang saling bercengkrama denganku. Aku sudah lama merindukannya. Dia adalah kekasihku yang jauh di Bandung, sedang aku di Yogyakarta. Aku sengaja memintanya menemaniku malam ini. Aku kangen ingin bertemu. Telah lama aku tak merasakan peluk hangatnya. Mumpung aku ada di Bogor, aku memanfaatkan waktuku sebaik-baiknya, jarang-jarang aku bisa keluar kota.
“Kau baru datang?” tanyaku.
“Iya. Hai, kau tutup jendelanya?”
“Iya. Oh, jadi kamu yang sengaja membukanya? Aku kira aku lupa menutupnya.”
“Iya. Aku tadi kepanasan. Makanya aku buka, maaf ya sayang,” ucapnya sambil mencium keningku.
Telah lama aku menjalin kasih dengan wanita ini, Ayu namanya. Wanita yang berpribadi anggun ini mampu menggetarkan hatiku. Kala perjalanan bisnisku, ke Jakarta, Surabaya, atau Bandung, aku selalu memintannya menemani malam-malamku. Baru setelah urusan bisnisku beres, aku kembali ke Jogja dan semua kembali normal. Aku kembali pada aktivitasku.
“Sayang, aku kangen.” Ucapku sambil memeluknya. Seperti yang kubilang adrenalinku meninggi, aku memeluknya dengan erat.
Aww..”
“Kenapa sayang? Sakit yah? Maaf aku terlalu merindukanmu.”
“Rendy, sakit. Lepaskan aku.” Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukanku.
Kulepaskan pelukanku dengan berat hati. Dia bangkit dari sampingku dan menyalakan lampu utama. Setelah itu dia mengambil air minum dalam kulkas. Padahal udara benar-benar dingin. Kupandangi tingkahnya yang lemah gemulai, benar-benar anggun. Wajahnya pun manis ayu dengan kulit tubuh kuning langsat. Didukung postur tubuh yang tinggi langsing. Kebiasaannya renang dan fitnes, itu yang membuat body tubuhnya ideal.
Aku masih ingat pertama kali ketemu dengannya waktu aku ikutan fitnes. Kukira dia sedang menunggu pacarnya, ternyata aku salah kira, dia sedang menemani saudarannya yang fitnes. Tapi hatiku sudah terlanjur dibiusnya dan diajaknya ke dalam dunianya. Dunia cinta. Aku tahu dia benci dengan pria karena pernah dikhianati oleh tunangannya. Sejak itu dia tidak pernah mau mencintai pria, tapi ntah kenapa dia bisa suka denganku. Sedang aku, entah setan dari mana yang merasuki, mengajakku untuk selalu menerima sayang yang dia ulurkan padaku, padahal aku sendiri sudah mempunyai seorang pacar.
 “Apa kamu mau minum, Rend?”
“Tak usah. Kemarilah saja kau. Aku butuh kehangatanmu.”
Kubuang jauh-jauh masalah kuliah dan juga kerjaan yang benar-benar membuat kepalaku nyut-nyutan. Stres mulai menguasaiku. Yang kubutuhkan hanya satu, kelembutan dari Ayu. Aku telah kecanduan pesonanya. Aku tak tahu aku laki-laki normal atau punya kelainan. Selama ini aku tak peduli. Toh tidur dengan siapa pun aku enjoy, menikmatinya. Dan bersama Ayulah aku meneguk anggur kenikmatan yang benar-benar nikmat.
Ayu tak jua mendekatiku, tak seperti biasanya. Aku harus melakukan tindakan. Jantung dan adrenalinku terus meronta-ronta sedari tadi. Kuturunkan kakiku dari ranjang. Badanku tak lagi dingin, angin Desember tak lagi mempan menggodaku. Kalah oleh pesona Ayu yang telanjang dada. Kuhampiri dirinya, mencoba terus merayunya. Kucium bibirnya, leher dan terus ke bawah dan bawah.
“Rend, jangan.” ucapnya sambil mendorongku.
“Apa maksudmu? Ayolah, aku sudah tak tahan lagi.”
“Cukup, Rend. Malam ini cukup. Dan aku rasa semua cukup sampai sini saja.”
“Maksudmu?” tanyaku sambil ngos-ngosan mencoba mengontrol jantungku.
Ayu diam. Menaruh gelasnya di kulkas dan menuju sofa mengenakan kemejanya, merapikan diri. Ini jam dua dini hari. Dan di luar gelap bersama angin dingin Desember.
“Mau kemana kamu?” tanyaku serius seorang pejantan. “Maaf, Rend. Sudah cukup kita seperti ini. Lebih baik kita akhiri semuanya. Aku ingin kembali ke jalan yang benar. Aku tak sepantasnya mencintai kamu. Aku kaget. Aku marah. Emosi segera merasuki tubuhku. Aku tak bisa melepaskan Ayu, aku mencintainya melebihi siapapun. Bahkan nyawaku sekalipun.
“Rendy, aku pergi dulu.” Ucapnya sambil mencium pipiku. Aku berdiri mematung seakan angin Desember telah membekukanku.
“Tunggu,” ucapku tetap dengan mematung.
Ayu menghentikan langkahnya. Tak jadi membuka pintu kamarku. Di luar bintang-bintang berkerling menyaksikan tingkah kami berdua. Seakan mereka ingin bersaksi bila sesuatu terjadi pada kami. Bintang-bintang itu bak bernyawa memandang apa yang kami perbuat.
“Ada apa lagi, Rend?”
Aku melangkahkan kaki menuju pintu meraih kunci pintu yang tergantung dan menggenggamnya. Aku bertekad tak akan melepaskan kekasihku.
“Hai, apa-apaan kau?” ucapnya sambil berusaha meraih kunci kamarku.
Aku menghindar.
“Rend, lepaskan aku. Aku sudah tak mau seperti ini. Aku harus pergi, aku harus kembali lagi ke tempat asalku dan hidup normal disana.”
“Maksudmu? Kamu akan meninggalkan aku kembali ke rumahmu sajakan?”
“Tidak. Aku akan kembali ke Nusa Tenggara. Disana aku lebih menikmati hidup bersama habitat komodo.”
“Apa?”
“Iya. Aku harus kembali ke alam, bersama komodo-komodo itu. Aku lebih memilih mengurusinya. Menata kembali hidupku yang sempat kacau, dari pada aku terus masuk ke lubang hitam yang tak jelas ini.”
“Jangan pergi dulu.”
“Tidak bisa. Tekadku sudah bulat, aku akan ke Pulau komodo itu. Menenangkan diri disana. Kembalikan kuncinya, Rend. Aku harus siap-siap.” Dia terus mengejarku dan aku terus menghindar darinya.
“Tidak…” teriakku.
“Rend, kau sadar tidak? Cinta kita adalah cinta terlarang. Maut cinta yang kita rasakan. Aku ingin kembali ke kehidupan normalku. Kamu pun harus seperti itu. Kamu punya segalanya. Kamu harus kembali pada kehidupanmu dan kekasihmu. Dan aku akan kembali ke Nusa Tenggara, pulau komodo yang telah lama kulupakan keindahannya.”
“Ah.. persetan dengan mereka. Bukankah selama ini kamu tak peduli? Kenapa sekarang kau peduli orang lain?” tanyaku dengan nada tak kalah serunya.
“Karena…” ucapnya lirih sambil tertunduk.
“Karena apa?” paksaku.
“Karena aku sudah mencintai seorang Pria lain. Dia sudah tahu siapa aku dan seperti apa buruknya aku. Dia mau menerimaku. Aku akan menikah dengannya. Aku akan menjadi wanita normal kembali. Dan aku akan pergi bersamanya, dia adalah seorang pria aktivis lingkungan. Dia berasal dari Nusa Tenggara, tempat komodo-komodo itu berada.”
“Itu alasan kamu mau kesana?”
“Iya. Dan pergilah kau dari hidupku. Aku akan lebih dulu menyingkir.”
Plak. Tamparan kudaratkan di pipinya yang selalu menggodaku.
“Rend, sakit. Kamu tega.”
“Tak peduli, kaupun tega padaku.”
Dia memegangi pipinya dan terus berusaha merebut kunci kamarku. Aku tak akan biarkan semuanya. Aku tak boleh kehilangan dia. Hatiku telah digerogoti cintanya dan hanya dia yang akan senantiasa aku butuhkan, bukan yang lain.
“Mana kuncinya, aku harus pergi.”
“Tidak.” Bentakku.
Dia terus dan terus merebutnya. Dan saat aku lengah dia mampu merebut kunci itu dari tanganku. Saat itu pula dia kabur dan berlari dengan kencangnya. Aku berusaha mengejarnya dengan terlebih dahulu memperbaiki piyamaku.
“Ayu, tunggu.”
“Jangan ganggu aku lagi.” Ucapnya menuruni tangga.
Aku pun terus mengejarnya. Saat aku mencapai tangga, dia sudah berada di luar hotel dan terus berlari. Tak kusadari piyamaku terinjak kakiku dan aku terguling di tangga tersungkur dari lantai dua hotel, dari kamar tempatku menginap. Darah segar keluar dari kepala setelah sebelumnya kepalaku membentur lantai marmer hotel. Aku merasakan dunia berputar dengan hebatnya. Aku merasa bintang-bintang yang berkerling tadi menghampiriku.
Aku masih sadar saat Aksan berbalik badan dan berusaha memanggilku, kurasa dia tahu sesuatu terjadi padaku, “Rendy.”
Ayu berlari, hendak menghampiriku yang berdarah-darah. Namun dari arah samping kiri sebuah motor gede menabrak dan mementalkan tubuhnya. Ayu terjatuh dan sebuah sedan menadahnya.
“Ayu.” Ucapku sambil menutup mata.
Kurasakan kini semuanya gelap. Tak ada lagi suara ataupun bayangan yang lain. Aku terlelap hanya angin dingin di bulan Desember yang seakan menemaniku. Menyelimutiku dan membekukan tubuhku.
Apa ini yang orang sering bilang kematian?
Gelap
Sepi
Sendiri
Hampa……. Aku dimana?
Yogyakarta, Januari2011 / 20.46
Kau yang pernah merasakannya……..

Minggu, 26 Desember 2010

KENCAN TAK BERKESAN

Kembar itu identik dengan kesamaan. Wajah yang sama, baju yang sama, gaya yang sama dan sifat yang sama. Tapi setelah aku teliti lebih jauh, ternyata faktanya nggak sama seperti yang orang bilang. Aku mengenal beberapa orang kembar, bahkan aku pernah dua kali pacaran sama cewek kembar.
Waktu itu di kampus ku ada teman kembar, salah satunya bernama Moni. Moni ini mempunyai saudara kembar bernama Mona. Untung orang tuanya dulu, ngasih nama mereka Mona – Moni, coba kalo Bebi sama Babi, kan bisa berabe..
Suatu hari, Moni mengajak kembarannya itu maen ke kampus. Lalu ngenalin dia sama semua teman kampus, termasuk aku. Seperti yang biasa orang lakukan ketika melihat dua orang kembar yang lagi bersamaan, teman-teman kampus lalu berkomentar. Kok yang ini gini ya.. kok yang itu gitu ya.. yang ini kok lebih putih sih dari yang itu? Rambutnya kok nggak sama? Bajunya kok beda? Kok yang satu makannya nasi yang satu makannya rumput??
Mungkin alasan itulah yang membuat mereka jarang pergi berduaan. Malas menjawab semua pertanyaan yang nggak penting. Untungnya aku nggak pernah nanya-nanya hal kayak gitu, paling kalo nanya juga, aku nanyain hal-hal yang serius aja. Seperti: Eh.. di antara kalian ada nggak yang mau jadi cewek aku? nggak denk becanda.. Emang aku cowok ganteng apaan? itu sama artinya dengan menjatuhkan harkat dan martabat kita sendiri sebagai lelaki.

***
Suatu malam, aku mendapatkan cememes dari Moni, begini cememes-nya: Rendy.. kata Mona Rendy lucu..
Setengah nggak percaya aku balas cememesnya: Ah masa sih.. bilangin ke Mona, Mona juga lucu dan cantik..
Aku emang baik hati ya.. Mona bilang aku lucu doank, tapi aku membalasnya lucu dan cantik. Lalu Moni cememes lagi: Bilang aja atuh ke Monanya langsung..
Akhirnya setelah aku meminta nomor hapenya Mona dari Moni, aku langsung cememes Mona: Na makasih ya..
Mona membalas: Maaf ini siapa ya?
Blep..
Kok dia nggak tau sih? Moni nggak bilang apa? jangan-jangan Moni bohong lagi..
Aku balas lagi: mmm.. Ini sama Rendy.. makasih ya atas pujiannya..
Mona membalas: Oh ya sama-sama..
Gitu doank? yach.. nggak seru! kirain bakalan ada perang cememes yang dahsyat malam ini. Hufft.
Anehnya sejak saat itu, aku dan Mona jadi sering cememesan. Hampir tiap hari kita cememesan, yah walaupun intensitasnya masih sedikit. Hanya sekedar say hai, nanyain kabar, sama ngasih sedikit perhatian. Masih bisa di hitunglah, dalam seharinya kita cememesan berapa kali.
Suatu hari Mona cememes begini: Hai yank lagi ngapain..
Aku kaget.. kok tumben-tumbennya sih dia manggil aku pake sebutan ayank.. lalu aku balas: Kok manggilnya, yank sih?
Mona cememes lagi: Kenapa, nggak boleh?
Aku balas lagi: Boleh banget.. cuman ya kaget aja..
Sejak saat itu pangilan kami pun bukan nama lagi, tapi ayank..

***
Di dunia cecemes aku dan Mona tuh udah kayak orang pacaran aja, padahal kita baru aja sekali ketemu. Aku bingung, dia serius nggak ya sama aku? Sebenernya apa yang dia cari dariku? Harta? aku bukan anak Abu Rizal Bakrie. Tampang? lebih gantengan Nikolas Saputra.. lalu apa ya..?
Jawabannya sedikit aku dapatkan ketika suatu pagi Moni bertanya padaku, “Rendy.. boleh nanya nggak?”
“Boleh.. mau nanya apa?” jawabku.
“mmm.. tapi Moni malu nanyanya.. takut bikin Rendy sakit hati”
“Emang mau nanya apa? nggak apa-apa kok.. bilang aja..”
Lalu sambil berbisik Moni berkata “Kata Mona, Rendy punya mobil nggak”
DUAAAAR..!!!
Kata itu bagaikan petir di siang hari bagi ku. Bukan masalah mobilnya, tapi dengan itu aku jadi tahu sedikit rahasia di dalam diri Mona. Tapi aku anggap itu sebagai suatu kewajaran.
Aku berusaha melupakan apa yang di tanyakan Moni kemarin, dan tetap berhubungan sama Mona walau aku udah tau Mona tuh tipe cewek kayak apa.
Suatu hari Mona cememes dan ngajak aku kencan untuk yang pertama kali, dia bilang terserah aku mau ngajak dia maen kemana, yang penting keluar. Kemana ya? Aku bingung.. Aku mau ajak dia maen ke Kaliurang. Lalu aku kepikiran buat ngajakin dia maen ke Air terjun. Dia langsung setuju. Akhirnya kita janjian, hari Sabtu jam tiga sore kita maen ke Kaliurang.

***

Akhirnya hari yang di janjikan itu pun tiba. Aku jemput dia dirumahnya jam tiga lebih limabelas menit pake mobil.
“Maaf ya telat..” kataku.
“Nggak apa-apa kok..”
“Oia.. keluarga pada kemana? kok rumahnya kosong?”
“Papah kerja, Mamah sama Moni lagi pergi belanja, tapi aku dah bilang kok, kalo kita mau maen..”
“Oh..”
“Mudah-mudahan nggak ujan ya..”
“Amin...”
Aku dan Mona pun akhirnya pergi jalan-jalan.
Aku nggak sadar, kalo sebentar lagi aku bakal melakukan kebodohan terindah dalam hidup. Jalan-jalan ke gunung + sore hari + di musim hujan + cewek cakep = Malapetaka.
Akhirnya bagian dari malapetaka itu datang juga, kami tiba di jalan pegunungan yang menanjak. Mobilku aku gas supaya bisa berlari lebih cepat.
Ayo kawan jangan kecewakan aku! teriakku pada mobilku. Bremmm bremmm ngik ngik.. hampir seperti itulah bunyinya ketika kami melewati jalan yang menanjak. Aku pindahkan gigi ke gigi dua. Bremmm bremmm ngik ngik.. mobil udah hampir tapar. Aku pindahin lagi ke gigi satu dan ku injak gas dalam-dalam hingga akhirnya kami sampai di atas jalan yang agak datar.
Mobilku udah mulai kehabisan tenaga. Seandainya dia bisa ngomong, mungkin dia dilang: Aku nyerah Boz.. Pulangkan saja aku pada ibuku di jepang.
Tapi aku nggak peduli, yang penting ambisiku untuk berkencan sama Mona bisa terwujud, walau pun harus menumbalkan mobilku.
Masih di perjalanan, hujan yang aku takutkan pun akhirnya turun juga. Walaupun cuma gerimis yang berkolaborasi dengan angin puting beliung, kami tetap melanjutkan perjalanan.
“Masih jauh nggak?” tanya Mona, kayaknya dia udah mulai bosan.
“Lumayan.. sekitar lima menitan lagi..” jawabku..
“Balik lagi aja yuk.. eh tapi terserah kamu aja denk” Mona sepertinya shock banget menempuh perjalanan penuh adnernalin ini.
“Kita lanjutin aja ya.. tapi jangan masuk ke lokasi air terjunnya, kita cari tempat makan aja di deket terminal”
“Iya deh, terserah kamu aja.. oia.. kalo bisa makannya di kedai baso!”
“Okey..”

***

Akhirnya aku dan Mona sampai di terminal Kaliurang. Aku langsung mencari kedai baso. Aku parkirkan mobil di depan kedai. Aku suruh Mona masuk duluan dan langsung memesan makanan.
“Na mau pesen apa?” tanyaku.
“Baso aja.. tapi jangan pake seledri”
“Okey..” lalu aku memesan baso ke si emang. “Baso dua, nggak pake sledri”
Lalu aku kembali ke meja tempat Mona duduk. Aku liat dia lagi asyik cememesan. Setelah itu merapihkan rambutnya. Aku pun ikut duduk di sebelahnya.
Mona masih aja cememesan setelah akhirnya baso yang kami pesan pun datang.
“Silahkan..”
“Makasih mang..” jawabku. Aku langsung menggeserkan satu mangkok baso ke depan Mona.
“Prasaan tadi, aku pesen basonya doank deh..” grutu Mona, ternyata tadi aku salah ngerti. Aku pikir basonya doank tuh ya baso aja, nggak pake pizza, spageti, burger, lotek sama karedok..
Bego bego bego...
“Maafin ya Na.. duh.. baru pertama aja aku udah ngelakuin kesalahan..”
“Nggak apa-apa kok..” jawab Mona dingin, sedingin udara di gunung, air di kulkas dan es di kutub.
Lagu dangdut yang berdendang dari radio kedai baso, menambah kacaunya suasana nggak romantis sore itu. Semuanya bikin aku jadi salah tingkah. Apalagi setelah aku keceplosan ngomong, “Na beneran serius ma Rend?”
Mona menjawabnya agak sentimentil, “Kenapa, nggak percaya?”
“Bukan gitu..” timpalku “Ya, kalo kamu serius, aku juga serius..”
“Kita jalanin dulu aja deh, ya..”
Jawaban Mona sama sekali nggak menunjukan sebuah kepastian.

***

Setelah hujan agak sedikit reda, Aku mengajak Mona kembali ke kota, dalam situasi yang nggak mendukung seperti ini, kencan di daerah pegunungan bisa mengakibatkan hal-hal yang nggak kita inginkan. (Situasi yang nggak mendukung itu diantaranya adalah: Hari udah mulai gelap, sementara lampu mobil kurang terang. Hujan yang berkesinambungan bisa membuat kondisi si mobil memburuk/mogok.) jadi, inti semua permasalahan ini adalah mobilku. Dalam perjalanan turun gunung itu, aku berpikir keras. Kemana lagi ya? masa langsung pulang sih? Nggak seru banget. Akhirnya aku ngajak dia foto-foto di taman.
“Na, kita foto-foto aja gimana?” kataku “ntar kita upload ke facebook..”
“Boleh-boleh.. tapi aku nggak mau di foto sendiri, kita foto berdua ya..”
“Okey..”
Akhirnya kita masuk ke taman. Tamannya sepi banget! Hujan yang baru aja mengguyur, membuat orang lebih memilih ngelingker di kasur.
Aku siapin hape buat moto, Nokia keluaran terbaru! (itu kalo kita ngomongnya di taon 2006).
“Siap ya.. chissss” aku membidikan hapeku ke arah Mona.
“Jangan-jangan! aku nggak mau di foto sendiri” seru Mona sambil memalingkan wajah.
Aku nggak tau, alasan Mona nggak mau di foto sendiri itu apa. Padahal aku pernah, liat foto dia yang lagi sendirian. Aneh.
Setelah foto-foto di taman, kita langsung pergi ke Legoz (Warnet deket kampus). Disana kita cuma buka facebook. Up date status, udah itu cuman diem-dieman aja deh..
Biar pun kita duduk beduaan, tapi aku nggak ngerasainnya. Aku kayak lagi duduk sendiri aja. Diantara aku dan Mona tuh kayak nggak ada koneksi. Pikiran aku dimana, Mona dimana. Dan pas aku liat wajahnya itu, ekspresi jenuh sangat terlihat dimatanya. Entah apa yang dia pikirkan, aku nggak tau.
“Na, kenapa? kok diem aja sih?” tanyaku. “Maaf ya, aku nggak bisa jadi cowok seperti yang kamu mau..”
“Apaan sih? nggak apa-apa kok..” jawab Mona.
Setelah itu Mona dapat telpon dari Ibunya. Ibunya nanyain dia lagi dimana.
Sebagai cowok yang baik dan bertanggung jawab, setelah mengetahui Orang tua sang pacar lagi mencarinya, akhirnya aku mengajak Mona pulang. Dan kita pun pulang.. Baru kali ini Aku ngalamin kencan yang nggak berkesan. Udah gitu, aku di kejar Anjing lagi pas udah pulang nganterin Mona. Dasar Anjing deso.. belum pernah kali ya liat manusia ganteng kayak aku! Sambil ku berlari masuk mobil.


Yogyakarta 26 Desember 2010/ 19.59



Rendy Andromeda

HANTU WHITE SWEET

Entah mengapa, kenangan satu tahun yang lalu bersamanya, akhir-akhir ini selalu hadir di setiap mimpi dan lamunanku. Padahal aku benar-benar ingin melupakannya. Tak ada sedikit pun kenangan yang ingin kusisakan di hati ini untuknya. Terlalu pahit. Andai saja ada software yang bisa memformat semua data yang ada di otak ini, khususnya data tentang dia. Pasti akan langsung ku install ke dalam harddisk jiwaku yang telah terkontaminasi virus mematikan bernama cinta.
Huhhhh… apa yang harus kulakukan. Aku tak bisa hidup dalam bayang-bayang masa lalu seperti ini. Aku ingin bebas.
Orang bilang, jatuh cinta itu sakit. Sama halnya seperti jatuh dari atas gedung lantai enam. Tapi anehnya, orang cenderung ingin merasakannya, bahkan sampai berkali-kali. Aku pun merasakan hal yang demikian. Tapi kali ini, sakitnya teramat sakit. Aku bagaikan jatuh dari lantai enampuluh. Sepuluh kali lebih sakit dari yang pernah aku rasakan sebelumnya.
Tak banyak yang bisa aku lakukan selain menikmatinya. Menikmati setiap tetes air mata yang jatuh, menikmati hati yang remuk, hingga aku bisa merasakan setiap garis keretakannya.

***

Aku butuh suasana yang tenang. Mungkin pergi ke suatu tempat yang tenang bisa mendamaikan jiwaku yang tengah berperang dengan kesedihan.
Sore itu, aku pergi ke sebuah bukit. Bukit kecil penuh dengan ilalang. Pohon rindang yang ada di tengah-tengah ilalang menarik perhatianku untuk duduk di bawah rimbunnya.
Aku pergi berdua. Dengan siapa lagi kalau bukan si White Sweet. Sepertinya, saat ini hanya dialah satu-satunya sahabat yang mampu menemaniku setiap saat. Ya. Mobilku itu sudah tak ku anggap lagi sebagai benda mati, tapi sahabat satu penderitaan. Seperti bola voli bernama Wilson dalam film Cast Away. Bola itu mampu menjadi penghibur si Chuck Noland yang terdampar di pulau terpencil saat pesawat yang ditumpanginya kandas di laut lepas. Di film itu, Chuck Noland yang diperankan oleh Tom Hanks membuat sebuah tokoh imajinatif bernama Wilson yang diperankan oleh sebuah bola voli. Di atas bola voli itu, terdapat seulas wajah yang terbentuk secara tak sengaja ketika telapak tangannya terluka dan mengeluarkan darah. Chuck Noland membunuh rasa sepinya dengan bermain-main bersama Wilson, tak jarang ia juga curhat tentang isi hatinya. Karena saat itu, hanya Wilson lah satu-satunya ‘teman’ yang bisa ia ajak untuk berbagi kisah.
Keadaan ku sekarang mungkin tak jauh berbeda dengan apa yang diceritakan dalam film Cast Away. Aku menjadikan si White Sweet sebagai teman imajinatifku di kala aku sedang merasa kesepian. Hanya saja, dalam kisahku ini, aku tidak terjebak di pulau terpencil. Tapi apa bedanya hidup di pulau terpencil dengan pulau berpenghuni jika kita merasa sendiri?
Aku benar-benar merasakan kesepian. Tanpanya aku hancur. Tak ada lagi semangatku untuk hidup. Angan-anganku untuk menjadikan ia permaisuri hatiku seakan kandas bersamaan dengan cintanya yang telah pudar.

***

            Di sinilah aku berada. Duduk di bawah pohon rindang di padang ilalang. Sepoi angin menyejukan keresahan. Aku pandangi si White Sweet. Mobil prasejarah itu, selalu saja mengingatkan diriku padanya. Seseorang yang sangat ku sayang, ku puja dan ku cinta di setiap hela nafasku. Bodohnya, aku telah mengecewakannya, melukai hatinya, menodai ketulusan cintanya. Seandainya waktu bisa diputar, seandainya kebodohan dapat dihentikan, seandainya dan hanya akan selalu menjadi andai-andai.
Dulu, aku pernah berjanji padanya. Aku akan membeli sebuah mobil kusus buat nya. Agar aku bisa menjemputnya ketika ia pulang kuliah, atau sekedar mengantarkannya pergi belanja. Kini, setelah aku mendapatkan si White Sweet, aku malah kehilangan dia.
Batinku menjerit. Hasratku meronta. Jiwaku merana. Aku ingin kembali padanya. Namun sekuat apa pun aku memohon, sebanyak apa pun kata maaf yang terucap, takan pernah mampu merubah semua yang telah terjadi. Takan pernah bisa..

Rintik hujan menetes perlahan. Ranting dan dedaunan mulai basah didera bulir-bulir hujan yang mulai berjatuhan perlahan. Angin kesedihan seakan menambah pekatnya pilu di dalam hati. Aku berlindung ke dalam saung kecil yang berada tak jauh dari padang ilalang, sementara si White Sweet ku biarkan basah kuyup kehujanan. Tadinya aku akan membawanya ikut berteduh, tapi tak ada jalan yang bisa dilalui mobil untuk sampai di saung ini.
Tetesan hujan semakin lama semakin deras. Kabut pun perlahan mulai turun. Putih dan dingin segera menyelimuti. Aku menatap si White Sweet penuh asa. Mobil itu seakan menjerit karena kedinginan. Aku tak sanggup melihatnya. Aku pun berlari sekuatnya ke arah si White Sweet lalu bersanding di sisinya.
Maafkan aku White Sweet.. aku terlalu egois karena lebih mementingkan diriku sendiri dan membiarkanmu sendiri di sini menggigil kedinginan. Aku bersumpah. Aku takan pernah meninggalkanmu sendiri lagi.
Aku takan mengingkari janjiku untuk selalu bersamamu. Aku takan seperti dia. Seperti dia yang telah berjanji untuk selamanya hidup bahagia denganku. Dan janji tinggalah janji. Keadaan telah mengubah janji itu menjadi sebuah penyangkalan akan keberadaan cinta.

***

Hujan belum juga usai. Jika aku terus bertahan di sini, bisa-bisa aku mati kedinginan. Aku pun berusaha mencari tempat berteduh yang bisa melindungiku dan juga si White Sweet. Kami terus berjalan. Hingga sampailah kami di sebuah warung. Akhirnya aku memesan secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh. Ditambah roti, cukup untuk mengganjal perutku yang mulai kelaparan.
Orang di sebelahku hidmat sekali menikmati rokok yang sedang ia hisap. Setiap kepulan asap yang keluar dari mulut dan hidungnya, seakan menggodaku untuk ikut merasakannya. Tapi batinku sedikit memberontak. Seolah tak rela untuk mengingkari janjiku padanya untuk tidak merokok. Tapi untuk apa aku menepati janjiku? Toh, sekarang ia yang melupakan janjinya sendiri.
Aku pun membeli sebungkus rokok. Ku bakar ujungnya lalu ku hisap.
 Uhuukkk uhuukkk…
Aku tersendak asap rokok dan batuk terkekeh-kekeh. Orang di sebelah memperhatikan ku dan tersenyum mengejek. Jelas aku mengalami hal itu, karena itu adalah isapan rokok ku yang pertama semenjak aku jadian dengannya.
Padahal aku hanya ingin sesuatu yang lain terjadi.
Seperti waktu itu, saat aku hendak melakukan sebuah kebodohan. Ada pikiran jahat yang menyerang otakku saat ada seorang wanita cantik yang dekat dan penuh perhatian padaku. Terbesit untuk melakukan suatu perselingkuhan. Tapi tiba-tiba ia menelponku dan berkata, “Kamu baik-baik aja, kan?? Kok, aku ngerasa nggak enak hati gini, ya??”
Pertanyaan itu benar-benar membuatku yakin, bahwa antara aku dan dia telah terjalin suatu ikatan batin. Salah satu dari kami akan merasakan sesuatu yang berbeda jika ada sesuatu yang baik atau buruk terjadi.
Sejak saat itu, aku tak pernah lagi ingin melakukan sesuatu kebodohan yang bisa merusak hubunganku dengannya.
Dan yang sekarang aku lakukan. Semata-mata hanyalah ingin mengetahui, apakah dia masih mempunyai ikatan batin denganku atau tidak.
Aku harap, saat aku merokok tadi, ia akan merasakan sesuatu yang berbeda karena aku telah melakukan kebodohan dengan meracuni diriku sendiri dengan menghisap batang rokok.
Aku harap ada telpon yang berdering. Dan di seberang telpon seseorang berkata dengan cemas “Kok, perasaan aku nggak enak, sih? Kamu mau ngelakuin sesuatu ya?”
Tapi telpon tak kunjung berdering.
Bodohnya aku. Kenapa aku masih mengharapkannya masih peduli padaku. Jelas-jelas ia telah meninggalkanku.

***

Sampai detik ini pun, aku masih belum bisa percaya. Ucapanmu petang itu. Petang yang akan menjadi petang yang paling ku ingat sepanjang masa. “MATI RASA” itulah yang kau ucapkan. Kata itu seolah menegaskan sikapmu yang memang telah berbeda sejak beberapa minggu sebelumnya.
Mengapa? Ada apa dengan mu? Dimana dirimu yang dulu cinta aku, di mana dirimu yang pencemburu, yang selalu cemas di saat aku belum pulang, selalu mengingatkanku untuk sarapan, menjagaku ketika ku sakit, mengingatkanku ketika ku lupa dan memarahiku ketika ku genit.
Mengapa kau setega itu? Padahal kau adalah orang yang paling ku cintai. Kau adalah malaikat pelindungku. Tulang rusukku. Pendamping hidupku.
Benar kata mereka, “Orang terkejam untuk dirimu adalah kekasihmu sendiri”
Dan itu semua memang benar adanya. Orang yang kita cintai memiliki peluang yang cukup besar untuk mengoyak hati kita menjadi serpihan-serpihan kecil dibandingkan dengan orang lain yang sama sekali tak ada tempat di hati kita.
Kau bilang, semua ini, semata hanyalah takdir dari Tuhan. Dia-lah maha pembalik rasa dan tak ada seorang pun yang mampu menolak semua kehendaknya.
Kau bilang, aku jangan bersedih. Tapi bagaimana bisa jika aku terlalu mencintaimu.
Ya aku akui, aku memang bersalah. Dan kau pun pantas untuk menghakimi. Tapi bukan begini caranya. Kau ingin meninggalkanku disaat aku ingin memperbaiki diri, menjadi apa yang kau mau. Entah apa yang telah merasuki pikiranmu, sehingga kata ‘Putus’ yang menjadi pilihan akhirmu.

***

Hujan pun mulai reda, berganti pelangi di cakrawala. Pelangi itu penuh warna, mengingatkan ku akan kisahku yang penuh warna denganya. Dan kini telah berubah menjadi kelabu.
Cukuplah, akan ku simpan semua ceritaku. Tentang mu, tentang ku, tentang apa pun yang membuat ku tiada berarti. Dan biarkanlah ku hidup dengan nafas yang baru. Nafas yang menyimpan kedamaian. Tanpa bayangmu, senyummu, cintamu..

Hari sudah mulai gelap. Waktunya aku kembali pada kehidupanku semula. Esok hari, aku akan menjadi diriku sendiri. Seseorang yang dikenal periang, enerjik dan disukai banyak orang.
“AYO WITE SWEET, KITA PULANG!!!” pekikku semangat lalu bergegas menghidupkan mesin.
Brrrrrmmmm… brrrrrrmmm… bebb.. bebb.. bebb..
Hah! Kenapa, nih???
Aku berusaha menghidupkan mesin lagi.
Brrrrrmmmm… bebb.. bebb.. bebb.. Pessss…
Mesin mati total.
Heh, White Sweet! Jangan bilang kalo kamu mogok, ya!
Aku berusaha menghidupkan mesin lagi, lagi dan lagi. Tapi tak ada tanda-tanda kehidupan yang ditunjukan si White Sweet untuk menenangkan hatiku.
Mampuss!
Ni mobil baru aja dipuji-puji, disanjung-sanjung.. sekarang udah bikin kesel lagi. Siaaaal!!!
Arrggghhhh!!!! Dasar HANTU WHITE SWEET!!!!

Yogyakarta 26 Desember 2010

Rendy Andromeda