Minggu, 26 Desember 2010

HANTU WHITE SWEET

Entah mengapa, kenangan satu tahun yang lalu bersamanya, akhir-akhir ini selalu hadir di setiap mimpi dan lamunanku. Padahal aku benar-benar ingin melupakannya. Tak ada sedikit pun kenangan yang ingin kusisakan di hati ini untuknya. Terlalu pahit. Andai saja ada software yang bisa memformat semua data yang ada di otak ini, khususnya data tentang dia. Pasti akan langsung ku install ke dalam harddisk jiwaku yang telah terkontaminasi virus mematikan bernama cinta.
Huhhhh… apa yang harus kulakukan. Aku tak bisa hidup dalam bayang-bayang masa lalu seperti ini. Aku ingin bebas.
Orang bilang, jatuh cinta itu sakit. Sama halnya seperti jatuh dari atas gedung lantai enam. Tapi anehnya, orang cenderung ingin merasakannya, bahkan sampai berkali-kali. Aku pun merasakan hal yang demikian. Tapi kali ini, sakitnya teramat sakit. Aku bagaikan jatuh dari lantai enampuluh. Sepuluh kali lebih sakit dari yang pernah aku rasakan sebelumnya.
Tak banyak yang bisa aku lakukan selain menikmatinya. Menikmati setiap tetes air mata yang jatuh, menikmati hati yang remuk, hingga aku bisa merasakan setiap garis keretakannya.

***

Aku butuh suasana yang tenang. Mungkin pergi ke suatu tempat yang tenang bisa mendamaikan jiwaku yang tengah berperang dengan kesedihan.
Sore itu, aku pergi ke sebuah bukit. Bukit kecil penuh dengan ilalang. Pohon rindang yang ada di tengah-tengah ilalang menarik perhatianku untuk duduk di bawah rimbunnya.
Aku pergi berdua. Dengan siapa lagi kalau bukan si White Sweet. Sepertinya, saat ini hanya dialah satu-satunya sahabat yang mampu menemaniku setiap saat. Ya. Mobilku itu sudah tak ku anggap lagi sebagai benda mati, tapi sahabat satu penderitaan. Seperti bola voli bernama Wilson dalam film Cast Away. Bola itu mampu menjadi penghibur si Chuck Noland yang terdampar di pulau terpencil saat pesawat yang ditumpanginya kandas di laut lepas. Di film itu, Chuck Noland yang diperankan oleh Tom Hanks membuat sebuah tokoh imajinatif bernama Wilson yang diperankan oleh sebuah bola voli. Di atas bola voli itu, terdapat seulas wajah yang terbentuk secara tak sengaja ketika telapak tangannya terluka dan mengeluarkan darah. Chuck Noland membunuh rasa sepinya dengan bermain-main bersama Wilson, tak jarang ia juga curhat tentang isi hatinya. Karena saat itu, hanya Wilson lah satu-satunya ‘teman’ yang bisa ia ajak untuk berbagi kisah.
Keadaan ku sekarang mungkin tak jauh berbeda dengan apa yang diceritakan dalam film Cast Away. Aku menjadikan si White Sweet sebagai teman imajinatifku di kala aku sedang merasa kesepian. Hanya saja, dalam kisahku ini, aku tidak terjebak di pulau terpencil. Tapi apa bedanya hidup di pulau terpencil dengan pulau berpenghuni jika kita merasa sendiri?
Aku benar-benar merasakan kesepian. Tanpanya aku hancur. Tak ada lagi semangatku untuk hidup. Angan-anganku untuk menjadikan ia permaisuri hatiku seakan kandas bersamaan dengan cintanya yang telah pudar.

***

            Di sinilah aku berada. Duduk di bawah pohon rindang di padang ilalang. Sepoi angin menyejukan keresahan. Aku pandangi si White Sweet. Mobil prasejarah itu, selalu saja mengingatkan diriku padanya. Seseorang yang sangat ku sayang, ku puja dan ku cinta di setiap hela nafasku. Bodohnya, aku telah mengecewakannya, melukai hatinya, menodai ketulusan cintanya. Seandainya waktu bisa diputar, seandainya kebodohan dapat dihentikan, seandainya dan hanya akan selalu menjadi andai-andai.
Dulu, aku pernah berjanji padanya. Aku akan membeli sebuah mobil kusus buat nya. Agar aku bisa menjemputnya ketika ia pulang kuliah, atau sekedar mengantarkannya pergi belanja. Kini, setelah aku mendapatkan si White Sweet, aku malah kehilangan dia.
Batinku menjerit. Hasratku meronta. Jiwaku merana. Aku ingin kembali padanya. Namun sekuat apa pun aku memohon, sebanyak apa pun kata maaf yang terucap, takan pernah mampu merubah semua yang telah terjadi. Takan pernah bisa..

Rintik hujan menetes perlahan. Ranting dan dedaunan mulai basah didera bulir-bulir hujan yang mulai berjatuhan perlahan. Angin kesedihan seakan menambah pekatnya pilu di dalam hati. Aku berlindung ke dalam saung kecil yang berada tak jauh dari padang ilalang, sementara si White Sweet ku biarkan basah kuyup kehujanan. Tadinya aku akan membawanya ikut berteduh, tapi tak ada jalan yang bisa dilalui mobil untuk sampai di saung ini.
Tetesan hujan semakin lama semakin deras. Kabut pun perlahan mulai turun. Putih dan dingin segera menyelimuti. Aku menatap si White Sweet penuh asa. Mobil itu seakan menjerit karena kedinginan. Aku tak sanggup melihatnya. Aku pun berlari sekuatnya ke arah si White Sweet lalu bersanding di sisinya.
Maafkan aku White Sweet.. aku terlalu egois karena lebih mementingkan diriku sendiri dan membiarkanmu sendiri di sini menggigil kedinginan. Aku bersumpah. Aku takan pernah meninggalkanmu sendiri lagi.
Aku takan mengingkari janjiku untuk selalu bersamamu. Aku takan seperti dia. Seperti dia yang telah berjanji untuk selamanya hidup bahagia denganku. Dan janji tinggalah janji. Keadaan telah mengubah janji itu menjadi sebuah penyangkalan akan keberadaan cinta.

***

Hujan belum juga usai. Jika aku terus bertahan di sini, bisa-bisa aku mati kedinginan. Aku pun berusaha mencari tempat berteduh yang bisa melindungiku dan juga si White Sweet. Kami terus berjalan. Hingga sampailah kami di sebuah warung. Akhirnya aku memesan secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh. Ditambah roti, cukup untuk mengganjal perutku yang mulai kelaparan.
Orang di sebelahku hidmat sekali menikmati rokok yang sedang ia hisap. Setiap kepulan asap yang keluar dari mulut dan hidungnya, seakan menggodaku untuk ikut merasakannya. Tapi batinku sedikit memberontak. Seolah tak rela untuk mengingkari janjiku padanya untuk tidak merokok. Tapi untuk apa aku menepati janjiku? Toh, sekarang ia yang melupakan janjinya sendiri.
Aku pun membeli sebungkus rokok. Ku bakar ujungnya lalu ku hisap.
 Uhuukkk uhuukkk…
Aku tersendak asap rokok dan batuk terkekeh-kekeh. Orang di sebelah memperhatikan ku dan tersenyum mengejek. Jelas aku mengalami hal itu, karena itu adalah isapan rokok ku yang pertama semenjak aku jadian dengannya.
Padahal aku hanya ingin sesuatu yang lain terjadi.
Seperti waktu itu, saat aku hendak melakukan sebuah kebodohan. Ada pikiran jahat yang menyerang otakku saat ada seorang wanita cantik yang dekat dan penuh perhatian padaku. Terbesit untuk melakukan suatu perselingkuhan. Tapi tiba-tiba ia menelponku dan berkata, “Kamu baik-baik aja, kan?? Kok, aku ngerasa nggak enak hati gini, ya??”
Pertanyaan itu benar-benar membuatku yakin, bahwa antara aku dan dia telah terjalin suatu ikatan batin. Salah satu dari kami akan merasakan sesuatu yang berbeda jika ada sesuatu yang baik atau buruk terjadi.
Sejak saat itu, aku tak pernah lagi ingin melakukan sesuatu kebodohan yang bisa merusak hubunganku dengannya.
Dan yang sekarang aku lakukan. Semata-mata hanyalah ingin mengetahui, apakah dia masih mempunyai ikatan batin denganku atau tidak.
Aku harap, saat aku merokok tadi, ia akan merasakan sesuatu yang berbeda karena aku telah melakukan kebodohan dengan meracuni diriku sendiri dengan menghisap batang rokok.
Aku harap ada telpon yang berdering. Dan di seberang telpon seseorang berkata dengan cemas “Kok, perasaan aku nggak enak, sih? Kamu mau ngelakuin sesuatu ya?”
Tapi telpon tak kunjung berdering.
Bodohnya aku. Kenapa aku masih mengharapkannya masih peduli padaku. Jelas-jelas ia telah meninggalkanku.

***

Sampai detik ini pun, aku masih belum bisa percaya. Ucapanmu petang itu. Petang yang akan menjadi petang yang paling ku ingat sepanjang masa. “MATI RASA” itulah yang kau ucapkan. Kata itu seolah menegaskan sikapmu yang memang telah berbeda sejak beberapa minggu sebelumnya.
Mengapa? Ada apa dengan mu? Dimana dirimu yang dulu cinta aku, di mana dirimu yang pencemburu, yang selalu cemas di saat aku belum pulang, selalu mengingatkanku untuk sarapan, menjagaku ketika ku sakit, mengingatkanku ketika ku lupa dan memarahiku ketika ku genit.
Mengapa kau setega itu? Padahal kau adalah orang yang paling ku cintai. Kau adalah malaikat pelindungku. Tulang rusukku. Pendamping hidupku.
Benar kata mereka, “Orang terkejam untuk dirimu adalah kekasihmu sendiri”
Dan itu semua memang benar adanya. Orang yang kita cintai memiliki peluang yang cukup besar untuk mengoyak hati kita menjadi serpihan-serpihan kecil dibandingkan dengan orang lain yang sama sekali tak ada tempat di hati kita.
Kau bilang, semua ini, semata hanyalah takdir dari Tuhan. Dia-lah maha pembalik rasa dan tak ada seorang pun yang mampu menolak semua kehendaknya.
Kau bilang, aku jangan bersedih. Tapi bagaimana bisa jika aku terlalu mencintaimu.
Ya aku akui, aku memang bersalah. Dan kau pun pantas untuk menghakimi. Tapi bukan begini caranya. Kau ingin meninggalkanku disaat aku ingin memperbaiki diri, menjadi apa yang kau mau. Entah apa yang telah merasuki pikiranmu, sehingga kata ‘Putus’ yang menjadi pilihan akhirmu.

***

Hujan pun mulai reda, berganti pelangi di cakrawala. Pelangi itu penuh warna, mengingatkan ku akan kisahku yang penuh warna denganya. Dan kini telah berubah menjadi kelabu.
Cukuplah, akan ku simpan semua ceritaku. Tentang mu, tentang ku, tentang apa pun yang membuat ku tiada berarti. Dan biarkanlah ku hidup dengan nafas yang baru. Nafas yang menyimpan kedamaian. Tanpa bayangmu, senyummu, cintamu..

Hari sudah mulai gelap. Waktunya aku kembali pada kehidupanku semula. Esok hari, aku akan menjadi diriku sendiri. Seseorang yang dikenal periang, enerjik dan disukai banyak orang.
“AYO WITE SWEET, KITA PULANG!!!” pekikku semangat lalu bergegas menghidupkan mesin.
Brrrrrmmmm… brrrrrrmmm… bebb.. bebb.. bebb..
Hah! Kenapa, nih???
Aku berusaha menghidupkan mesin lagi.
Brrrrrmmmm… bebb.. bebb.. bebb.. Pessss…
Mesin mati total.
Heh, White Sweet! Jangan bilang kalo kamu mogok, ya!
Aku berusaha menghidupkan mesin lagi, lagi dan lagi. Tapi tak ada tanda-tanda kehidupan yang ditunjukan si White Sweet untuk menenangkan hatiku.
Mampuss!
Ni mobil baru aja dipuji-puji, disanjung-sanjung.. sekarang udah bikin kesel lagi. Siaaaal!!!
Arrggghhhh!!!! Dasar HANTU WHITE SWEET!!!!

Yogyakarta 26 Desember 2010

Rendy Andromeda



1 komentar: