Senin, 20 Desember 2010

BUAT SAHABAT

Beberapa waktu yang lalu wall facebookku benar-benar indah. Dijajar berbagai foto dari model yang lagi naik daun (uler kalek) versi aku dkk. Lebih dari 10 foto model itu nampang di akun kesayanganku facebook, memberikan pemandangan tersendiri. Kagum, gemes, ngeselin dan tak lain juga mempererat persahabatan.
Sebenarnya foto apa sich kok sampai heboh? Opst salah, yang heboh ya mungkin cuma akunya saja. Foto itu adalah foto model di Jakarta namanya Grace Permata Sari ( Plis jangan GR ya Grace ) Sales dong? Hehe intinya Grace Permata Sari dengan buku terbaru garapan HARPER LEE. “Foto-fotonya keren. Aku juga mau foto kayak gini,” ucapku setiap melihat foto-foto itu.
           Dalam pikiran dan hatiku berharap aku mampu berpose seelegan Grace Permata Sari Entahlah aku tak banyak berharap, aku ragu apa aku mampu memilikinya. Aku terlambat pesan. Bukunya pun tak jua diantar-antar sampai rumah. Aku benar-benar mengalami kecemasan. Entah kenapa menanti sebuah buku saja hatiku berharap-harap cemas, seperti menanti undian kuis saja.
Setiap kali ada foto hadir di wallku pasti aku akan komentar, entah hanya gurauan atau kenyataan bahwa aku benar-benar ingin dan ingin memiliki buku itu. Hingga suatu pagi aku buka facebookku, menilik ada beberapa inbox. Sejenak kumembaca satu persatu, “Subhanallah alhamdulilah”. Bergetar bibirku membaca kata perkata pada salah satu inboxku. Seorang sahabat yang tak begitu kukenal akrab sebelumnya mengirimiku sebuah inbox yang isinya,
Kak Rendy…aku lihat komentarmu diberbagai wall temen2 tentang To Kill a Mockingbird kayaknya Rendy belum baca To Kill a Mockingbird ya? Sudah pesankah? Atau belum? Jika Rendy belum pesan dan juga belum baca, boleh tidak adek kirim satu To Kill a Mockingbird-ku untukmu? Jika boleh…beri aku alamat kak Rendy yang jelas ya…semoga ukhuwah kita dalam ridhoNya. Your brother”
To Kill a Mockingbird adalah novel karya Harper Lee diterbitkan pada tahun 1960. Saat itu langsung berhasil, memenangkan Hadiah Pulitzer, dan telah menjadi klasik sastra Amerika modern. Plot dan karakter secara longgar berdasarkan pengamatan penulis keluarga dan tetangga, serta pada peristiwa yang terjadi di dekat kota asalnya pada tahun 1936, ketika dia berusia 10 tahun.

Novel ini terkenal karena kehangatan dan humor, meskipun berurusan dengan isu-isu serius pemerkosaan dan ketidaksetaraan rasial. Ayah narator, Atticus Finch, menjabat sebagai pahlawan moral bagi banyak pembaca dan sebagai model integritas untuk pengacara. Salah satu kritikus menjelaskan dampak novel itu dengan menulis, "Pada abad kedua puluh, To Kill a Mockingbird mungkin buku yang paling banyak dibaca berurusan dengan ras di Amerika, dan protagonis nya, Atticus Finch, gambar fiksi paling abadi kepahlawanan rasial."

Sebagai sebuah novel Gothic Selatan dan bildungsroman sebuah, tema utama dari To Kill a Mockingbird melibatkan ketidakadilan rasial dan penghancuran tidak bersalah. Para sarjana telah mencatat bahwa Lee juga membahas isu-isu kelas, keberanian, belas kasih, dan peran gender dalam Deep Amerika Selatan. Buku ini diajarkan secara luas di sekolah-sekolah di negara-negara berbahasa Inggris dengan pelajaran yang menekankan toleransi dan prasangka mencela. Meskipun temanya, To Kill a Mockingbird telah dikenakan kampanye untuk dihapus dari kelas publik, sering ditantang untuk penggunaannya dalam julukan rasial. Ulama juga perhatikan karakter hitam dalam novel ini tidak sepenuhnya dieksplorasi, dan beberapa pembaca hitam menerimanya ambivalently, meskipun memiliki efek sering mendalam pada pembaca
.
Sungguh kejutan yang luar biasa. Aku tak pernah sekalipun berpikir bakal ada sahabat yang berkenan memperhatikan setiap gerak gerikku. Tapi ternyata aku salah, selama ini ada orang lain yang benar-benar memperhatikanku tanpa harus aku sempat mengetahuinya. Persahabatan yang indah akan senantiasa tercipta walau tanpa kita duga, ataupun pikirkan sebelumnya. Sahabat itu ada walau entah dimana dia berada. Walau dalam dunia maya sekalipun. Percayalah akan itu, karena akupun mengalaminya sendiri, pengalaman yang benar-benar tak akan terlupakan. Indahnya sebuah persahabatan. Kadang kalau aku ceritakan pengalamanku ini pada yang lain, satu dua kagum ada juga yang tak peduli. “Halah, gak percaya. Mana ada sahabat sejati dalam dunia maya?”
ADA. Sahabat sejati itu ada, walau aku hanya mengenalnya lewat dunia maya, aku tahu dia tulus bersahabat denganku. Bagi yang beranggapan kenalan dari dunia maya tidak bisa dijadikan sahabat itu salah besar. Kasihan orang seperti itu, karena belum mengerti indahnya persahabatan yang terjalin dalam kaca mata maya.
Masih tak percaya, ku coba balas inboxnya. Lama jua tak dibalas, kupikir mungkin sahabatku itu belum online. Sebentar kutengok jendela pada rumah facebookku, menengok tetangga di ujung sana. Alhamdulilah sahabatku online.
“Adek, serius itu? Alhamdulilah.”
“Iya, kak. Sabar ya, Adek lagi catat alamatmu takut salah.”
Tahukah kalian apa reaksiku? Aku tak tahu dia sedang sibuk apa disana yang jelas aku disini gemeteran membaca kembali inboxnya. Ya Allah ternyata facebookku sering dikunjungi oleh sahabat-sahabat yang lain. Ini bukan kali keduanya aku mendapatkan pesan yang membuatku semangat. Beberapa kali teman-teman sering inboxin aku, saling menyapa dan ada juga yang sempat bilang kagum padaku.
“Ya Allah, terimakasih telah mengirim sahabat-sahabat yang begitu sayang padaku. Sahabat adalah anugrah.”
Mampukah persahabatan diukur? Ku kira tidak. Lantas bagaimana memaknainya? Entahlah, yang pasti banyak cara. Dan satu yang sahabatku lakukan yaitu memberikan sebuah hadiah. Sebuah buku, jujur Rendy tidak memandang dari segi hargannya, tapi rendy pandang dari segi persahabat yang tidak mungkin bisa rendy ukur dengan materi.
“Sahabat yang baik hati, semoga kau selalu dalam lindungan-Nya, dimana pun kau berada. Amin. Sahabat, ternyata lewat sebuah buku hubungan kita makin erat. Kita tak ragu dan tak canggung lagi.” Ya Allah, mulia banget niat, Adek.” Kataku memujinya. Karena memang dia pantas dipuji.
“Adek, mau tahu gak siapa sejatinya yang adek kasih ini buku?”
“Kan kak Rendy.” Jawabnya.
“Terimakasih ya, Dek. Sekali lagi terimakasih, karena yang Adek kasih buku ini adalah seorang kakak adik dalam dunia maya. Bedanya aku di Jogja dan adekku di Makasar Sulawesi Selatan.
******
Hari demi hari aku semakin mengenalmu, sahabatku. Ternyata engkau adalah orang yang benar-benar kuat dan berbakat. Sungguh aku bangga dan salut mempunyai sahabat seperti engkau, Adek.. Kau tidak mudah menyerah, aku tahu itu dari kisah-kisah yang engkau bagikan padaku.
“Adek, semoga suatu hari nanti aku bisa menuliskan kisah kita.”
“Semoga. Amin.”
Itu kataku tertanggal 20 Mei 2010, tepat sehari setelah To Kill a Mockingbird ada di tanganku. Dan malamnya aku tulisakan kisah ini.
“Adek, kisah ini untuk persahabatan kita. Persahabatan yang tercipta makin erat oleh sebuah buku.” Kataku pelan sambil menuliskan kata perkata menjadi sebuah cerita dalam kertas putih.
Aku memang beberapa kali mendapatkan buku dari sahabat dunia mayaku. Aku juga makin akrab dengan mereka, tapi ijinkan aku membagi kisah kita. Sahabat yang lain, bukan aku tak mengingat kalian. Aku tetap sayang dan banyak belajar dari kalian, tapi Adek memang pantas diberikan sebuah penghormatan. Kisah ini tak akan pernah berakhir.
“Sahabat, ini buku untukmu,” mungkin begitulah andai aku berjumpa pada Adek dalam dunia nyata. Aku ingin suatu hari nanti menjadi penulis yang mampu melahirkan buku dan akan memberikannya satu untuk Adek yang membuatku kagum. Namun karena saat ini aku dan dia hanya dalam dunia maya, cukuplah tertulis tanpa harus terucap didengar kedua pasang telinga kita. Cukup mata dan hati kita merasakan indahnya kata perkata yang tertulis rapi dan apik.
Adek juga suka dengan apa yang ku cita-citakan. Dia mendukung dengan penuh doa dan harapan. Setiap hari selalu dia sempatkan untuk mengajakku ngobrol, lagi-lagi dengan  fasilitas facebook. Dia selalu menyimak apa yang aku ceritakan, begitu juga jika dia bercerita. Kami saling membagi perasaan satu dan yang lainnya.
 “Sahabat, ini buku untukmu,” aku ingin berucap demikian suatu saat nanti untuk sahabatku yang lain, entah untuk Adek ataupun untuk siapa saja. Aku ingin juga berbagi kisah bersama sahabat-sahabatku. Saling menyayangi, baik itu sahabat nyata atau pun maya. Bagiku sahabat bisa ditemui dimana saja. Sebuah persahabatan tak selamanya mulus. Ada kalanya kita saling cek-cok bertengkar, tapi aku tetap percaya, setiap permasalahan yang timbul akan mendewasakan kita. Kadang tujuan mulia pasti ada halangannya, tapi yakinlah kalau halangan itu pasti mampu kita hadapi.
“Sahabat, ini buku untumu. Kisah kita ada di dalamnya terukir indah dan apik.” Kataku puas pada cermin yang sedang kupandang. Suatu hari nanti. Ya, suatu hari nanti aku akan mewujudkannya.
………..Sahabatku
Tunggulah kehadiranku
Sahabatku, engkaulah anugrah terindah untukku
******

Yogyakarta 18 Desember 2010/ 22.27
Rendy Andromeda
Untuk sahabatku dimanapun berada, ini kisah untuk persahabatan yang kubagikan untuk kalian semua



Tidak ada komentar:

Posting Komentar