Jumat, 14 Januari 2011

MAUT CINTA

Akhir Desember.
Dingin malam menyelimuti tubuhku membuat mataku terlelap jauh ke alam mimpiku. Dingin menina bobokan aku dengan gampangnya. Menguras segala lelah dan penat setelah seminggu full begadang.
Baru beberapa menit yang lalu kurasakan mataku terlelap sebelum hembusan dingin angin menusuk-nusuk tulangku. Memaksaku untuk bangkit memeriksa apa yang sedang terjadi. Oh, ternyata jendela kamarku belum tertutup rapat. Perasaan sebelum tidur tadi semua sudah aku tutup dan kunci rapat.
Saat memalingkan wajah ke samping, kulihat seseorang telah tertidur pulas disana. Aku fikir aku sendirian di atas ranjang, ternyata ada makhluk lain yang ikut berbagi ranjang denganku. Kenapa aku tak menyadari hadirnya?
“Sejak kapan dia disana?” gumanku lirih sambil membenarkan piyamaku. Dingin membuat tubuhku menggigil.
Kupandangi jam dinding. Ternyata aku sudah terlelap terlalu lama. Pastas aku tak menyadari hadirnya sosok di sebelahku. Yang aku rasakan aku baru beberapa menit yang lalu merebahkan badan. Ah, ternyata waktu cepat berlalu. Bahkan dalam mimpipun aku tak merasakan pergeseran waktu yang teramat cepat.
Aku bangkit dari ranjang, menutup jendela kamarku. Seminggu ini aku terpaksa menginap di hotel bintang tiga ini karena urusan bisnis. Di kamar nomor 89 lantai dua aku terbaring saat ini. Bila sore hari menjemput langit terlihat indah dari kamarku. Semburan jingga menghiasi langit sore sampai petang. Tapi sayang aku selalu melewatkannya karena kerjaan yang padat membuatku lembur terus. Dan bila malam mulai menyelimuti dengan gelapnya, si bintang-bintang berkerlip saling menggoda. Seakan mengajak siapa saja yang menyaksikannya untuk tak lekas memejamkan mata. Menggoda untuk terus diperhatikan. Namun sudah dua malam aku tidak menikmati bintang-bintang itu. Aku lebih memilih berbaring ditemani selimut tebal dari pada menemani bintang-bintang dalam suhu teramat rendah. Dingin. Bisa-bisa tubuhku membeku. Akhir Desember yang teramat dingin. Ini Indonesia seperti luar negeri saja yang lagi musim salju.
Kembali kurebahkan diri di atas ranjang setelah menutup jendela kamar. Mematikan lampu utama dan menggantikannya dengan lampu tidur. Aku ingin tidur dalam keremangan saja. Tubuh disebelahku seakan tersihir oleh mimpi indahnya sehingga tak menyadari apa yang kulakukan sedari tadi. Baru setelah aku mengecupnya, dia seakan menyadari sesuatu telah membangunkannya. Tubuhku dingin butuh kehangatan.
“Sayang,” ucapnya sambil menggeliat.
“Mimpi apa kamu sayang?” tanyaku penuh nafsu.
“Maaf, tadi tidak membangunkanmu. Aku tahu kamu capek makanya aku langsung berbaring menemanimu saja.”
“Oh, iya. Kenapa tak membangunkanku saja?” ucapku manis di telinganya.
Semenit kemudian dia terbangun dari tidurnya. Duduk di ranjang saling bercengkrama denganku. Aku sudah lama merindukannya. Dia adalah kekasihku yang jauh di Bandung, sedang aku di Yogyakarta. Aku sengaja memintanya menemaniku malam ini. Aku kangen ingin bertemu. Telah lama aku tak merasakan peluk hangatnya. Mumpung aku ada di Bogor, aku memanfaatkan waktuku sebaik-baiknya, jarang-jarang aku bisa keluar kota.
“Kau baru datang?” tanyaku.
“Iya. Hai, kau tutup jendelanya?”
“Iya. Oh, jadi kamu yang sengaja membukanya? Aku kira aku lupa menutupnya.”
“Iya. Aku tadi kepanasan. Makanya aku buka, maaf ya sayang,” ucapnya sambil mencium keningku.
Telah lama aku menjalin kasih dengan wanita ini, Ayu namanya. Wanita yang berpribadi anggun ini mampu menggetarkan hatiku. Kala perjalanan bisnisku, ke Jakarta, Surabaya, atau Bandung, aku selalu memintannya menemani malam-malamku. Baru setelah urusan bisnisku beres, aku kembali ke Jogja dan semua kembali normal. Aku kembali pada aktivitasku.
“Sayang, aku kangen.” Ucapku sambil memeluknya. Seperti yang kubilang adrenalinku meninggi, aku memeluknya dengan erat.
Aww..”
“Kenapa sayang? Sakit yah? Maaf aku terlalu merindukanmu.”
“Rendy, sakit. Lepaskan aku.” Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukanku.
Kulepaskan pelukanku dengan berat hati. Dia bangkit dari sampingku dan menyalakan lampu utama. Setelah itu dia mengambil air minum dalam kulkas. Padahal udara benar-benar dingin. Kupandangi tingkahnya yang lemah gemulai, benar-benar anggun. Wajahnya pun manis ayu dengan kulit tubuh kuning langsat. Didukung postur tubuh yang tinggi langsing. Kebiasaannya renang dan fitnes, itu yang membuat body tubuhnya ideal.
Aku masih ingat pertama kali ketemu dengannya waktu aku ikutan fitnes. Kukira dia sedang menunggu pacarnya, ternyata aku salah kira, dia sedang menemani saudarannya yang fitnes. Tapi hatiku sudah terlanjur dibiusnya dan diajaknya ke dalam dunianya. Dunia cinta. Aku tahu dia benci dengan pria karena pernah dikhianati oleh tunangannya. Sejak itu dia tidak pernah mau mencintai pria, tapi ntah kenapa dia bisa suka denganku. Sedang aku, entah setan dari mana yang merasuki, mengajakku untuk selalu menerima sayang yang dia ulurkan padaku, padahal aku sendiri sudah mempunyai seorang pacar.
 “Apa kamu mau minum, Rend?”
“Tak usah. Kemarilah saja kau. Aku butuh kehangatanmu.”
Kubuang jauh-jauh masalah kuliah dan juga kerjaan yang benar-benar membuat kepalaku nyut-nyutan. Stres mulai menguasaiku. Yang kubutuhkan hanya satu, kelembutan dari Ayu. Aku telah kecanduan pesonanya. Aku tak tahu aku laki-laki normal atau punya kelainan. Selama ini aku tak peduli. Toh tidur dengan siapa pun aku enjoy, menikmatinya. Dan bersama Ayulah aku meneguk anggur kenikmatan yang benar-benar nikmat.
Ayu tak jua mendekatiku, tak seperti biasanya. Aku harus melakukan tindakan. Jantung dan adrenalinku terus meronta-ronta sedari tadi. Kuturunkan kakiku dari ranjang. Badanku tak lagi dingin, angin Desember tak lagi mempan menggodaku. Kalah oleh pesona Ayu yang telanjang dada. Kuhampiri dirinya, mencoba terus merayunya. Kucium bibirnya, leher dan terus ke bawah dan bawah.
“Rend, jangan.” ucapnya sambil mendorongku.
“Apa maksudmu? Ayolah, aku sudah tak tahan lagi.”
“Cukup, Rend. Malam ini cukup. Dan aku rasa semua cukup sampai sini saja.”
“Maksudmu?” tanyaku sambil ngos-ngosan mencoba mengontrol jantungku.
Ayu diam. Menaruh gelasnya di kulkas dan menuju sofa mengenakan kemejanya, merapikan diri. Ini jam dua dini hari. Dan di luar gelap bersama angin dingin Desember.
“Mau kemana kamu?” tanyaku serius seorang pejantan. “Maaf, Rend. Sudah cukup kita seperti ini. Lebih baik kita akhiri semuanya. Aku ingin kembali ke jalan yang benar. Aku tak sepantasnya mencintai kamu. Aku kaget. Aku marah. Emosi segera merasuki tubuhku. Aku tak bisa melepaskan Ayu, aku mencintainya melebihi siapapun. Bahkan nyawaku sekalipun.
“Rendy, aku pergi dulu.” Ucapnya sambil mencium pipiku. Aku berdiri mematung seakan angin Desember telah membekukanku.
“Tunggu,” ucapku tetap dengan mematung.
Ayu menghentikan langkahnya. Tak jadi membuka pintu kamarku. Di luar bintang-bintang berkerling menyaksikan tingkah kami berdua. Seakan mereka ingin bersaksi bila sesuatu terjadi pada kami. Bintang-bintang itu bak bernyawa memandang apa yang kami perbuat.
“Ada apa lagi, Rend?”
Aku melangkahkan kaki menuju pintu meraih kunci pintu yang tergantung dan menggenggamnya. Aku bertekad tak akan melepaskan kekasihku.
“Hai, apa-apaan kau?” ucapnya sambil berusaha meraih kunci kamarku.
Aku menghindar.
“Rend, lepaskan aku. Aku sudah tak mau seperti ini. Aku harus pergi, aku harus kembali lagi ke tempat asalku dan hidup normal disana.”
“Maksudmu? Kamu akan meninggalkan aku kembali ke rumahmu sajakan?”
“Tidak. Aku akan kembali ke Nusa Tenggara. Disana aku lebih menikmati hidup bersama habitat komodo.”
“Apa?”
“Iya. Aku harus kembali ke alam, bersama komodo-komodo itu. Aku lebih memilih mengurusinya. Menata kembali hidupku yang sempat kacau, dari pada aku terus masuk ke lubang hitam yang tak jelas ini.”
“Jangan pergi dulu.”
“Tidak bisa. Tekadku sudah bulat, aku akan ke Pulau komodo itu. Menenangkan diri disana. Kembalikan kuncinya, Rend. Aku harus siap-siap.” Dia terus mengejarku dan aku terus menghindar darinya.
“Tidak…” teriakku.
“Rend, kau sadar tidak? Cinta kita adalah cinta terlarang. Maut cinta yang kita rasakan. Aku ingin kembali ke kehidupan normalku. Kamu pun harus seperti itu. Kamu punya segalanya. Kamu harus kembali pada kehidupanmu dan kekasihmu. Dan aku akan kembali ke Nusa Tenggara, pulau komodo yang telah lama kulupakan keindahannya.”
“Ah.. persetan dengan mereka. Bukankah selama ini kamu tak peduli? Kenapa sekarang kau peduli orang lain?” tanyaku dengan nada tak kalah serunya.
“Karena…” ucapnya lirih sambil tertunduk.
“Karena apa?” paksaku.
“Karena aku sudah mencintai seorang Pria lain. Dia sudah tahu siapa aku dan seperti apa buruknya aku. Dia mau menerimaku. Aku akan menikah dengannya. Aku akan menjadi wanita normal kembali. Dan aku akan pergi bersamanya, dia adalah seorang pria aktivis lingkungan. Dia berasal dari Nusa Tenggara, tempat komodo-komodo itu berada.”
“Itu alasan kamu mau kesana?”
“Iya. Dan pergilah kau dari hidupku. Aku akan lebih dulu menyingkir.”
Plak. Tamparan kudaratkan di pipinya yang selalu menggodaku.
“Rend, sakit. Kamu tega.”
“Tak peduli, kaupun tega padaku.”
Dia memegangi pipinya dan terus berusaha merebut kunci kamarku. Aku tak akan biarkan semuanya. Aku tak boleh kehilangan dia. Hatiku telah digerogoti cintanya dan hanya dia yang akan senantiasa aku butuhkan, bukan yang lain.
“Mana kuncinya, aku harus pergi.”
“Tidak.” Bentakku.
Dia terus dan terus merebutnya. Dan saat aku lengah dia mampu merebut kunci itu dari tanganku. Saat itu pula dia kabur dan berlari dengan kencangnya. Aku berusaha mengejarnya dengan terlebih dahulu memperbaiki piyamaku.
“Ayu, tunggu.”
“Jangan ganggu aku lagi.” Ucapnya menuruni tangga.
Aku pun terus mengejarnya. Saat aku mencapai tangga, dia sudah berada di luar hotel dan terus berlari. Tak kusadari piyamaku terinjak kakiku dan aku terguling di tangga tersungkur dari lantai dua hotel, dari kamar tempatku menginap. Darah segar keluar dari kepala setelah sebelumnya kepalaku membentur lantai marmer hotel. Aku merasakan dunia berputar dengan hebatnya. Aku merasa bintang-bintang yang berkerling tadi menghampiriku.
Aku masih sadar saat Aksan berbalik badan dan berusaha memanggilku, kurasa dia tahu sesuatu terjadi padaku, “Rendy.”
Ayu berlari, hendak menghampiriku yang berdarah-darah. Namun dari arah samping kiri sebuah motor gede menabrak dan mementalkan tubuhnya. Ayu terjatuh dan sebuah sedan menadahnya.
“Ayu.” Ucapku sambil menutup mata.
Kurasakan kini semuanya gelap. Tak ada lagi suara ataupun bayangan yang lain. Aku terlelap hanya angin dingin di bulan Desember yang seakan menemaniku. Menyelimutiku dan membekukan tubuhku.
Apa ini yang orang sering bilang kematian?
Gelap
Sepi
Sendiri
Hampa……. Aku dimana?
Yogyakarta, Januari2011 / 20.46
Kau yang pernah merasakannya……..

1 komentar:

  1. How to play at Wild Wild Wild Wild Wild Wild Wild Wild Wild
    Wild Wild 대구광역 출장마사지 Wild Wild Wild Wild Wild Wild 울산광역 출장마사지 Wild Wild Wild Wild Wild 의정부 출장마사지 Wild 속초 출장마사지 West Multiplier: This is a game released on May 5, 2019 in Wild 포천 출장샵 Wild Wild Wild Wild Wild

    BalasHapus